usulan penelitian kualitatif
PENDAHULUAN
Hampir dapat dipastikan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya yang memadai. Implikasi diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan, membuat para pengambil keputusan sering kali mengalami kesulitan dalam mendapatkan referensi tentang komponen pembiayaan pendidikan. Kebutuhan tersebut dirasakan semakin mendesak sejak dimulainya pelaksanaan otonomi daerah yang juga meliputi bidang pendidikan.Apalagi masalah pembiayaan ini sangat menentukan kesuksesan program yang saat ini diberlakukan.
Secara umum pembiayaan pendidikan adalah sebuah kompleksitas, yang didalamnya akan terdapat saling keterkaitan pada setiap komponennya, yang memiliki rentang yang bersifat mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), yang meliputi sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaanya, akuntabilitas hasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan
yang terjadi pada semua tataran, khususnya sekolah, dan permasalahanpermasalahan yang masih terkait dengan pembiayaan pendidikan, sehingga diperlukan studi khusus untuk lebih spesifik mengenal pembiayaan pendidikan ini.
Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang- Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah, member dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan pendidikan. Setidaknya ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu : 1) Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki; 2) Efisiensi Keuangan, hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional; 3) Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat; 4) Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemadirian, yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung. Kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemadirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan
perkembangan sekolah. Istilah otonomi juga sama dengan istilah “swa”, misalnya swasembada, swadana, swakarya, dan swalayan2. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan
spirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan sendiri beradasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/ menghargai perbedaan pendapat,
kemampuan memobilisasi sumberdaya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri.
Otonomi pendidikan di era otonomi daerah, di samping untuk memberikan otonomi kepada daerah dalam pengelolaan pendidikan, juga memberikan otonomi yang lebih luas kepada sekolah dalam pengelolaan pendidikan yang kemudian diperkuat dengan turunnya PP 19 tahun 2005 yang menyatakan bahwa sekolah pada semua jenjang dan tingkatan di Indonesia menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS merupakan suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah dan mendorong partisipasi langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku5. Dengan otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan untuk mengambil keputusan sesuai dengan keinginan dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau stakeholder. Dengan otonomi yang lebih besar sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya
Salah satu sekolah yang telah melaksanakan pembiayaan pendidikan berdasarkan manajemen berbasis sekolah adalah SMK xxx, hal tersebut diperkuat dengan prestasi yang diperoleh SMK xxx yakni penghargaan Sertifikat ISO 9001:2000. Penyerahan penghargaan ini dilakukan oleh perwakilan dari USR selaku pelaksana ISO Award kepada Walikota, Drs. deni Suparto, M.AP dan diteruskan kepada Kepala sekolah. ISO 9001:2000 merupakan salah satu syarat untuk peningkatan status sekolah menjadi standar Internasional. Pemberian penghargaan tersebut didasarkan atas pelaksanaan manajemen sekolah yang baik dan serius sehingga tercapai kesejahteraan dan peningkatan mutu SDM yang ada si sekolah tersebut serta menghasilkan output siswa yang siap direkrut oleh dunia kerja
Dari rangkaian latar belakang permaslahan diatas, maka peneliti berinisiatif untuk mengambil judul “PEMBIAYAAN PENDIDIKAN BERDASARKAN STRATEGI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMK XXX
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pembiayaan pendidikan berdasarkan strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMK XXX ?
2. Bagaimanakah peluang dan tantangan pembiayaan pendidikanberdasarkan strategi Manjemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMK XXX ?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan dua rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pembiayaan pendidikan berdasarkan strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMK XXX
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan peluang dan tantangan dalam pembiayaan pendidikan berdasarkan strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMK XXX
D. kegunaan penelitian
Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberi gambaran pada cara pembiayaan pendidikan beradasarkan strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
2. Memberi kontribusi pada cara pemahaman konsep pembiayaan berdasarkan strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
TINJAUAN PUSTAKA
A. PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
1. Pengertian Pembiayaan Pendidikan
Biaya (cost) merupakan salah satu komponen masukan (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dalam hal ini, biaya dapat diartikan sebagai semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan. Secara bahasa biaya (cost) dapat diartikan pengeluaran, dalam istilah ekonomi, biaya/pengeluaran dapat berupa uang atau bentuk moneter lainnya. Biaya pendidikan dapat juga diartikan sebagai semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang
Pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan penerapan pengelolaan pendidikan, lebih terasa lagi dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana ecara transparan kepada masyarakat
2. Jenis-Jenis Pembiayaan Pendidikan.
Dalam teori dan praktek pembiayaan pendidikan, baik pada tataran makro (nasional) dan mikro (sekolah), dikenal jenis-jenis biaya pendidikan yakni biaya langsung (direct cost) dan tak langsung (indirect cost), biaya pribadi (private cost) dan biaya sosial (social cost), biaya
dalam bentuk uang (monetary cost) dan biaya bukan dalam bentuk uang (non-monetray cost). Sedangkan menurut sumbernya, biaya pendidikan tergolong atas biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat orang tua/wali siswa, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat bukan orang tua/ wali siswa, dan lembaga pendidikan itu sendiri.
3. Sumber-sumber Pembiayaan Pendidikan
Menurut Harsono, biaya pendidikan tergolong atas biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat orang tua/wali siswa, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat bukan orang tua/ wali siswa, dan lembaga pendidikan itu sendiri20. Sedangkan menurut Dedi Supriadi, sumber-sumber biaya terbagi
atas biaya pendidikan pada tingkat makro (nasional) dan biaya pendidikan pada tingkat mikro (sekolah). Biaya pada tingkat makro berasal dari:
a. Pendapatan negara dari sektor pajak
b. Pendapatan dari sektor non-pajak misalnya dari pemanfaatan sumber daya alam dan produksi nasional lainnya yang lazim dikategorikan ke dalam gas dan non-migas
c. Keuntungan dari sektor barang dan jasa
d. Usaha-usaha negara lainnya, termasuk dari divestasi saham pada perusahaan negara (BUMN)
e. Bantuan dalam bentuk hibah dan pinjaman luar negeri.
Sedangkan biaya pada tingkat mikro (sekolah), berasal dari subsidi pemrintah pusat, pemerintah daerah, iuran siswa, dan sumbangan masyarakat.
Kerangka Berpikir
Sejak digulirkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku 1 Januari 2001, wacana desentralisasi pemerintahan ramai dikaji. Pendidikan termasuk bidang yang didesentralisasikan ke pemerintah kota/kabupaten. Melalui desentralisasi pendidikan diharapkan permasalahan pokok pendidikan yaitu masalah mutu, pemerataan, relevansi, efisiensi dan manajemen, dapat terpecahkan. Cukupkah desentralisasi pendidikan pada tingkat pemerintah kota/kabupaten? Pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa desentralisasi pendidikan tidak cukup hanya pada tingkat kota/kabupaten. Desentralisasi pendidikan untuk mencapai otonomi pendidikan yang sesungguhnya harus sampai pada tingkat sekolah secara individual.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan (Depdiknas, 2007 : 16).
MBS memiliki unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktural yang disebut komite sekolah sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat dan murid.
Post a Comment