Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

8:18:00 AM


. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
    Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja maupun maupun yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan. Peran karyawan sebagai faktor yang menentukan produktivitas kerja semakin kuat oleh adanya kemajuan teknologi yang mempermudah cara pembuatan barang dan jasa yang tepat serta melibatkan karyawan sebagai faktor produksi.
Menurut Balai Pengembangan Produktivitas Daerah, 6 faktor utama yang menentukan Produktivias pegawai adalah:
1.         Sikap kerja
Kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work), dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam satu tim.
2.         Tingkat keterampilan
Ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam manajemen dan supervise serta keterampilan dalam teknik industri.
3.         Hubungan antara pegawai dan pimpinan organisasi
Tercermin dalam usaha bersama antara pimpinan organisasi dan pegawai untuk meningkatkan produktivitas melalui linkaran pengawasan bermutu (quality control circle) dan panitia mengenai kerja unggulan.
4.         Manajemen produktivitas
Manajemen yang efisien mengenai sumber dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas.
5.         Efisiensi tenaga kerja
Menitikberatkan pada pelaksanaan kerja, seperti perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas.
6.         Kewiraswastaan
Tercermin dalam pengambilan resiko, kreativitas dalam berusaha, dan berada pada jalur yang benar dalam berusaha.
(Sedarmayanti, 1996;145).

Prodiktivitas manusia dalam hal ini karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dipisahkan kedalam tiga kelompok seperti yang dikemukakan oleh Simanjuntak, adalah sebagai berikut:
1.         Menyangkut Kualitas dan Kemampuan Fisik Karyawan
Kualitas dan kemampuan fisik karyawan sangat dipengaruhi oleh pendidikan, latihan, motivasi kerja, mental serta kemampuan fisik karyawan yang bersangkutan. Kualitas dan kemampuan fisik karyawan ini yang menjadi faktor utama penentu produktivitas, semakin tinggi pendidikan, semakin mampu untuk mengembangkan diri dan memanfaatkan semua sarana yang tersedia, serta yang paling penting adalah mampu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
2.         Adanya Sarana Pendukung
Sarana tersebut dibagi kedalam dua golongan, yaitu yang menyangkut lingkungan kerja (termasuk teknologi dan cara produksi, sarana dan peralatan produksi yang digunakan, tingkat keselamatan dan kesehatan kerja, serta suasana lingkungan kerja), dan yang menyangkut kesejahteraan karyawan (tercermin dalam sistem pengupahan dan jaminan sosial, serta jaminan kelangsungan kerja).
3.         Adanya Suprasarana
Yang termasuk kedalam faktor ini adalah kebijakan pemerintah, hubungan industrial, yaitu hubungan antara pengusaha dengan karyawan, dan kemampuan manajemen dalam menggunakan sumber-sumber secara maksimal untukk menciptakan sistem kerja yang optimal. (1992;30).

Manajemen Sumber Daya Manusia

4:52:00 AM


          Untuk menelaah lebih jauh mengenai manajemen sumber daya manusia, maka perlu diperhatikan definisi manajemen. Menurut Irawan et. al. (1997:4) manajemen berasal dari bahasa Inggris to manage yang berarti mengatur dan mengelola. Secara lebih teknis, manajemen diartikan sebagai kiat (gabungan antara seni dan ilmu) yang dimiliki organisasi, agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efisien. Sedangkan Hasibuan (1994:9) mendefiniskan istilah manajemen sebagai berikut:
“Ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.
          Menurut Saydam (1996:12), manajemen mengandung beberapa komponen atau unsur, yaitu:
“1.  Adanya tujuan yang ingin dicapai.
2.   Adanya kegiatan yang dilakukan (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengendalian).
3.   Seni dan ilmu yang digunakan dalam melakukan kegiatan.
4.   Sumber daya (terutama sumber daya manusia) sebagai objek kegiatan”.
         
Lebih lanjut Saydam (1996:16) mengemukakan mengenai definisi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) sebagai berikut:
“Manajemen Sumber Daya Manusia adalah semua kegiatan yang dilakukan mulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian sampai pengendalian semua nilai yang menjadi kekuatan manusia tadi, untuk dimanfaatkan bagi kemaslahatan hidup manusia itu sendiri”.



          Menurut Hasibuan (1994:9), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah: 
“ilmu yang mengatur unsur manusia dalam suatu organisasi, agar mendukung terwujudnya tujuan”.
Sedangkan Mangkunegara (2000:2) mengemukakan bahwa:
“Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.”

          Dari pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hal pokok dalam manajemen sumber daya manusia yang berkaitan erat dengan fungsi-fungsi manajemen (Irawan, et. al., 1997:16), yaitu:
1.    Perencanaan SDM
2.    Seleksi dan orientasi SDM
3.    Pengembangan SDM
4.    Manajemen karir
5.    Penilaian prestasi kerja
6.    Kompensasi
7.    Pemutusan hubungan kerja
          Mangkunegara (2000:2-3) mengemukakan pula bahwa terdapat enam fungsi operatif manajemen sumber daya manusia, yaitu:
1.    Pengadaan tenaga kerja, meliputi:
  1. Perencanaan sumber daya manusia
  2. Analisis jabatan
  3. Penarikan pegawai
  4. Penempatan kerja
  5. Orientasi kerja (job orientation)
2.    Pengembangan tenaga kerja, meliputi:
  1. Pendidikan dan pelatihan (training and development)
  2. Pengembangan (karir)
  3. Penilaian prestasi kerja
3.    Pemberian balas jasa, meliputi:
  1. balas jasa langsung (gaji/upah dan insentif)
  2. balas jasa tidak langsung (keuntungan/benefit dan pelayanan/ kesejahteraan/service)
4.    Integrasi, meliputi:
  1. kebutuhan karyawan
  2. motivasi kerja
  3. kepuasan kerja
  4. disipin kerja
  5. partisipasi kerja
5.    Pemeliharaan tenaga kerja, meliputi:
  1. komunikasi kerja
  2. kesehatan dan keselamatan kerja
  3. pengendalian konflik kerja
  4. konseling kerja
6.    Pemisahan tenaga kerja, yaitu pemberhentian karyawan.

Perkembangan Teori Motivasi

5:27:00 AM


          Menurut Robbins (1993 : 206-234) teori motivasi dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar, yaitu teori-teori pendahulu (early theories) dan teori kontemporer (cotemporary theories). Kelompok early theories terdiri dari, teori tingkat kebutuhan dan Maslow, teori motivasi higiene dari Herzberg, serta teori X dan Y dari McGregors, sedangkan yang termasuk ke dalam Contemporary theories, diantaranya : Existence Relatediness and Growth ( ERG ), teori dari Clapton alderfer dan teori needs dari  McClelland. Secara ringkas, konsep dari masing-masing teori dapat dikemukan sebagai berikut :
1.     Teori Motivasi dari Maslow,
Teori ini dinamakan “a theory of human motivation” yang mengikuti teori jamak. Dalam hal ini Maslow berpendapat bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang berjenjang, artinya bila kebutuhan pertama telah terpenuhi maka kebutuhan kedua menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan kedua terpenuhi maka muncul kebutuhan ketiga dan seterusnya sampai kebutuhan tingkat kelima. Dasar dari teori ini adalah : (a) manusia adalah mahluk yang selalu menginginkan sesuatu lebih banyak, keinginan itu berlangsung secara terus menerus dan akan berhenti bila akhir hayat tiba; (b) sesuatu yang telah dipuaskan tidak menjadi motivator bagi pelakunya, tetapi hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi motivator; (c) kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hierarki, yang terdiri dari: Physiological needs (sandang, pangan dan papan), security or safety needs (kebutuhan keamanan dari kejadian atau lingkungan yang mengancam), affiliation or acceptance needs (kebutuhan atas persahabatan, berkelompok, interaksi dan kasih sayang) esteem or status needs (kebutuhan atas harga diri dan penghargaan dari orang lain) dan self actualization (kebutuhan untuk memenuhi diri seseorang melalui memaksimumkan penggunaan kemampuan, keahlian dan potensi)
Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun, tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih rendah terlebuh dahulu. Maslow (Edwin B. Filipo, 1992 : 1) berpendapat bahwa rata-rata individu hanya 85 persen terpuaskan dari kebutuhan fisiologis, 70 persen dalam kebutuhan akan rasa aman, 50 persen dalam kebutuhan cinta, 40 persen dalam kebutuhan harga diri dan hanya 10 persen dalam kebutuhan aktualisasi diri;
2.   Teori Motivasi Dua Faktor dari Frederick Herzberg
Teori ini juga dikenal dengan “Herzberg’s two factor theory “. Frederick Herzberg (1993 : 209-210) mengemukakan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan setiap orang dipengaruhi oleh faktor pemeliharaan berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah, hal ini digambarkan oleh F. Herzberg bahwa kebutuhan kesehatan merupakan kebutuhan yang berlangsung secara terus-menerus karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah terpenuhi. Faktor pemeliharaan dapat berupa hak gaji, kondisi kerja fisik, kepastian kerja, supervisi yang menyenangkan, sarana dan prasarana maupun bermacam-macam bentuk tunjangan lainnya (ekstrinsik). Hilangnya faktor-faktor itu dapat menyebabkan timbulnya ketidak puasan dan absennya karyawan, bahkan pada gilirannya mengakibatkan turn over yang tinggi, sehingga dengan demikian faktor pemeliharaan perlu mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan agar kepuasan dan kegairahan kerja bawahan dapat ditingkatkan.
Faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, adalah perasaan sempurna dalam melaksanakan pekerjaan, dan hal ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan (instrinsik).
Konsep higiene ini disebut pula teori dua faktor, pertama adalah faktor motivator terhadap keberhasilan pelaksanaan (achievement), pengakuan (recognition), pekerjaan itu sendiri (the work it self), tanggung jawab yang dipercaya (responsibility). Dan pengembangan potensi individu (advancement), sedangkan faktor kedua adalah faktor higiene yang dapat menimbulkan rasa tidak puas pada karyawan (demotivasi), terdiri atas administrasi dan kebijakan perusahaan (company policy and administration), kualitas supervisi (quality of supervision), hubungan antar individu (interpersonal relation), kondisi kerja (working condition), dan gaji (wage).
Dari teori ini timbul paham bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus dilaksanakan sedemikian rupa agar kedua faktor (faktor pemeliharaan dan motivasi) itu dapat terpenuhi, karena makin terpenuhi kebutuhan yang terkait dengan pekerjaan makin terdorong si karyawan untuk berprestasi lebih baik lagi.
3.   Teori X dan Y dari Douglas Mc Gregor
Dalam teori ini McGregor menciptakan konsep baru tentang motivasi dalam manajemen yang disebut teori X dan teori Y adalah pendekatan konsep yang didasrkan suatu anggapan tentang perilaku manusia dalam lingkungan pekerjaan adalah sebagai berikut :
  1. Pada hakekatnya manusia tidak suka bekerja dan apabila mungkin ia akan menghindari pekerjaan itu; (b) manusia lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi dalam melaksanakan pekerjaan; (c) pada umumnya manusia tidak berambisi mencapai prestasi yang optimal dan selalu berusha menghindari tanggungjawab; (d) manusia lebih mementingkan diri sendiri dan tidak mempedulikan tujuan organisasi.
Teori Y sebaiknya, diperoleh dari suatu penemuan penelitian ilmu pengetahuan  tentang perilaku manusia yang modern. Teori ini didasarkan atas pendapat bagaimana orang-orang itu seharusnya bekerja dalam lingkungan pekerjaan, tetapi tidak atas dasar bagaimana para manajer berpikir apa yang ia inginkan atau seharusnya ia lakukan. Teori Y disebut juga keterpaduan tujuan individu dan organisasi, yang berdasarkan anggapan-anggapan sebagai berikut :
  1. Karyawan dapat melihat kerja sebagai suatu yang bersifat alamiah seperti halnya istirahat atau bermain; (b) manusia akan memperlihatkan pengendalian diri apabila mereka diakaj untuk mempunyi komitmen terhadap tujuan organisasi; (c) rata-rata karyawan dapat menerima bahkan mencari tanggungjawab; (d) mempunyai kemampuan untuk mencari keputusan berdasrkan cara-cara yang inovatif, dan hal ini tersebar pada seluruh karyawan dan bukan monopoli dari mereka yang menduduki posisi manajemen.
Berarti di sini teori ini hampir sejalan dengan teori Maslow yang dinyatakan dalam bentuk bagaimana mengelola sumber daya manusia dengan keterpaduan dan pengendalian diri yang lebih baik. Menurut Mc Gregor, kepuasan karyawan akan tercapai apabila kepentingan karyawan dipadukan atau diintegrasikan dengan kepentingan organisasi. Mengelola sumber daya manusia melalui keterpaduan dan pengendalian adalah mendesain atau mengatur pekerjaan sedemikian rupa, sehingga setiap karyawan dapat memperoleh kepuasan disamping dapat memenuhi kepentingan pribadi, sekaligus tujuan organisasi dapat tercapai.
4.   Teori ERG dari Clapton Alderfer
Dalam teori ini C. Aldefer setuju dengan Maslow bahwa kebutuhan-kebutuhan individual tersusun secara hierarki, namun demikian hierarki kebutuhan yang diusulkan hanya terdiri dari tiga set kebutuhan, yaitu :
a.    Existence (eksistensi), yaitu makanan, kebutuhan akan udara, air, gaji dan kondisi pekerjaan;
b.   Relatedness (keterkaitan), yaitu kebutuhan akan hubungan sosial dan interpersonal yang berarti;
c.    Growth (pertumbuhan), yaitu kebutuhan seseorang individu untuk menciptakan kontribusi yang kreatif dan produktif.
Tiga kebutuhan yang disampaikan oleh C. Alderfer berhubungan dengan teori yang disampaikan oleh Maslow, seperti kelompok eksistensi serupa dengan kelompok psikologis dan keselamatan, keterkaitan serupa dengan kelompok rasa memiliki, sosial dan kasih sayang, sedangkan kebutuhan pertumbuhan serupa dengan kelompok penghargaan dan aktualisasi diri.
Disamping itu terdapat sejumlah perbedaan dalam kedua teori tersebut. Maslow menyatakan bahwa kebutuhan yang belum terpenuhi lebih banyak berperan dan bahwa tingkat kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi tidak didorong hingga kebutuhan yang predominan tersebut terpuaskan. Maka seseorang akan meningkat kepada hierarki kebutuhan yang lebih tinggi hanya apabila kebutuhan tingkat rendahnya telah terpuaskan. Sebaliknya teori ERG menyatakan sebagai tambahan kepada proses peningkatan kepuasan yang diajukan Maslow, proses penurunan frustasi juga terjadi. Yaitu jika seorang terus-menerus frustasi dalam mencoba memuaskan kebutuhan pertumbuhan, kebutuhan keterkaitan muncul kembali sebagai kekuatan motivasi yang utama, sehingga menyebabkan individu mengarahkan kembali upaya-upaya untuk memuaskan kebutuhan tingkat yang lebih rendah. Bagan berikut ini menunjukkan teori ERG Clapton Alderfer.
5.   Teori kebutuhan dari David McClelland
Penelitian yang dilakukan Mcclelland menunjukkan bahwa ada tiga kebutuhan yang dimiliki oleh karyawan dalam suatu organisasi. ketiganya itu adalah : (a) kebutuhan untuk mencapai sesuatu atau berprestasi (need for Achievement), (b) kebutuhan untuk bekerjasama dengan orang lain (need for affiliation or frienship) (c) kebutuhan untuk mempunyai wewenag (need for power). Jika dipadukan dengan teori Maslow, tampaknya ketiga kebutuhan itu timbul apabila kebutuhan dasar menurut Maslow terpenuhi.
David McClealland, et. Al (1953 : 13-30), mengemukakan klasifikasi teori motif sebagai berikut :
a.    The survival motive model (teori motif yang mendasarkan diri kepada dorongan untuk mempertahankan kelangsungan hidup). Teori ini mengatakan bahwa motif ini bersumber dari kebutuhan atau dorongan individu sebagai makhluk hidup dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam hal ini yang dimaksud kebutuhan adalah kebutuhan biologis (makan, minum, bernafas) dan kebutuhan biologis seperti ini mendorong individu berbuat aktif untuk memenuhinya.
b.   The stimulus intensity model (teori motif yang mendasarkan diri kepada tingkat rangsangan yang dihadapi individu). Teori ini menyatakan bahwa motif atau dorongan untuk berbuat timbul karena adanya rangsangan yang kuat atau dengan kata lain rangsanag tersebut menimbulkan dorongan berbuat jika memiliki intensitas yang cukup kuat.
c.    The stimulus pattern model (teori yang mendasarkan diri kepada pola rangsangan di dalam suatu situasi). Teori ini mengatakan bahwa motif timbul apabila rangsangan situasi selaras dengan harapan dan tanggapan organisme atau rangsangan situasi tersebut menimbulkan pertentangan respons yang mengarah kepada kekecewaan.
d.     The affective arousal model (teori yang mendasarkan diri kepada pembangkitan afeksi). McClelland (1953 : 28) mengartikan motif sebagai berikut :
“Amotive is the reintegration by a cue of a change in a affective situation”.
Menurut pengertian ini, rangsanag atau situasi yang dihadapi individu dapat diistilahkan dengan “cues” dan kemudian dipasangkan dengan afeksi individu. Motif ini timbul karena adanya perubahan situasi afeksi tadi, akibat pasangan rangsangan dengan situasi afeksi.
Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi motivasi kerja sebagaimana diungkapkan di atas, penelitian ini menelaah masalah motivasi kerja sebagai dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Menurut McClelland (Robbins, 1993 : 212) kebutuhan karyawan dalam suatu organisasi terdiri atas kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), kebutuhan untuk bekerja sama dengan orang lain (need for affiliation) dan kebutuhan untuk mempunyai wewenang (need for power).
Powered by Blogger.