Perkembangan Teori Motivasi
Menurut Robbins (1993 : 206-234) teori
motivasi dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar, yaitu teori-teori
pendahulu (early theories) dan teori
kontemporer (cotemporary theories).
Kelompok early theories terdiri dari, teori tingkat kebutuhan dan Maslow, teori
motivasi higiene dari Herzberg, serta teori X dan Y dari McGregors, sedangkan
yang termasuk ke dalam Contemporary theories, diantaranya : Existence Relatediness and Growth ( ERG ), teori dari Clapton alderfer dan teori needs dari McClelland. Secara ringkas, konsep dari
masing-masing teori dapat dikemukan sebagai berikut :
1.
Teori Motivasi dari Maslow,
Teori ini dinamakan “a theory of
human motivation” yang mengikuti teori jamak. Dalam hal ini Maslow
berpendapat bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang berjenjang, artinya bila
kebutuhan pertama telah terpenuhi maka kebutuhan kedua menjadi yang utama.
Selanjutnya jika kebutuhan kedua terpenuhi maka muncul kebutuhan ketiga dan seterusnya
sampai kebutuhan tingkat kelima. Dasar dari teori ini adalah : (a) manusia
adalah mahluk yang selalu menginginkan sesuatu lebih banyak, keinginan itu
berlangsung secara terus menerus dan akan berhenti bila akhir hayat tiba; (b)
sesuatu yang telah dipuaskan tidak menjadi motivator bagi pelakunya, tetapi
hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi motivator; (c) kebutuhan
manusia tersusun dalam suatu hierarki, yang terdiri dari: Physiological needs (sandang, pangan dan papan), security or safety needs (kebutuhan
keamanan dari kejadian atau lingkungan yang mengancam), affiliation or acceptance needs (kebutuhan atas persahabatan,
berkelompok, interaksi dan kasih sayang) esteem
or status needs (kebutuhan atas harga diri dan penghargaan dari orang lain)
dan self actualization (kebutuhan
untuk memenuhi diri seseorang melalui memaksimumkan penggunaan kemampuan,
keahlian dan potensi)
Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun,
tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat
kebutuhan yang lebih rendah terlebuh dahulu. Maslow (Edwin B. Filipo, 1992 : 1)
berpendapat bahwa rata-rata individu hanya 85 persen terpuaskan dari kebutuhan
fisiologis, 70 persen dalam kebutuhan akan rasa aman, 50 persen dalam kebutuhan
cinta, 40 persen dalam kebutuhan harga diri dan hanya 10 persen dalam kebutuhan
aktualisasi diri;
2.
Teori Motivasi Dua Faktor dari
Frederick Herzberg
Teori ini juga dikenal dengan “Herzberg’s
two factor theory “. Frederick Herzberg (1993 : 209-210) mengemukakan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan
setiap orang dipengaruhi oleh faktor pemeliharaan berhubungan dengan hakikat
manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah, hal ini digambarkan oleh F.
Herzberg bahwa kebutuhan kesehatan merupakan kebutuhan yang berlangsung secara
terus-menerus karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah
terpenuhi. Faktor pemeliharaan dapat berupa hak gaji, kondisi kerja fisik,
kepastian kerja, supervisi yang menyenangkan, sarana dan prasarana maupun bermacam-macam
bentuk tunjangan lainnya (ekstrinsik). Hilangnya faktor-faktor itu dapat
menyebabkan timbulnya ketidak puasan dan absennya karyawan, bahkan pada
gilirannya mengakibatkan turn over
yang tinggi, sehingga dengan demikian faktor pemeliharaan perlu mendapat
perhatian yang wajar dari pimpinan agar kepuasan dan kegairahan kerja bawahan
dapat ditingkatkan.
Faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, adalah
perasaan sempurna dalam melaksanakan pekerjaan, dan hal ini berhubungan dengan
penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan (instrinsik).
Konsep higiene ini disebut pula teori dua faktor, pertama adalah faktor
motivator terhadap keberhasilan pelaksanaan (achievement),
pengakuan (recognition), pekerjaan itu
sendiri (the work it self), tanggung
jawab yang dipercaya (responsibility).
Dan pengembangan potensi individu (advancement),
sedangkan faktor kedua adalah faktor higiene yang dapat menimbulkan rasa tidak
puas pada karyawan (demotivasi), terdiri
atas administrasi dan kebijakan perusahaan (company
policy and administration), kualitas supervisi (quality of supervision), hubungan antar individu (interpersonal relation), kondisi kerja (working condition), dan gaji (wage).
Dari teori ini timbul paham bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus
dilaksanakan sedemikian rupa agar kedua faktor (faktor pemeliharaan dan
motivasi) itu dapat terpenuhi, karena makin terpenuhi kebutuhan yang terkait
dengan pekerjaan makin terdorong si karyawan untuk berprestasi lebih baik lagi.
3.
Teori X dan Y dari Douglas Mc
Gregor
Dalam teori ini McGregor menciptakan konsep baru tentang motivasi dalam
manajemen yang disebut teori X dan teori Y adalah pendekatan konsep yang
didasrkan suatu anggapan tentang perilaku manusia dalam lingkungan pekerjaan
adalah sebagai berikut :
- Pada hakekatnya manusia tidak suka bekerja dan apabila mungkin ia akan menghindari pekerjaan itu; (b) manusia lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi dalam melaksanakan pekerjaan; (c) pada umumnya manusia tidak berambisi mencapai prestasi yang optimal dan selalu berusha menghindari tanggungjawab; (d) manusia lebih mementingkan diri sendiri dan tidak mempedulikan tujuan organisasi.
Teori
Y sebaiknya, diperoleh dari suatu penemuan penelitian ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia yang modern. Teori
ini didasarkan atas pendapat bagaimana orang-orang itu seharusnya bekerja dalam
lingkungan pekerjaan, tetapi tidak atas dasar bagaimana para manajer berpikir
apa yang ia inginkan atau seharusnya ia lakukan. Teori Y disebut juga
keterpaduan tujuan individu dan organisasi, yang berdasarkan anggapan-anggapan
sebagai berikut :
- Karyawan dapat melihat kerja sebagai suatu yang bersifat alamiah seperti halnya istirahat atau bermain; (b) manusia akan memperlihatkan pengendalian diri apabila mereka diakaj untuk mempunyi komitmen terhadap tujuan organisasi; (c) rata-rata karyawan dapat menerima bahkan mencari tanggungjawab; (d) mempunyai kemampuan untuk mencari keputusan berdasrkan cara-cara yang inovatif, dan hal ini tersebar pada seluruh karyawan dan bukan monopoli dari mereka yang menduduki posisi manajemen.
Berarti di sini teori ini hampir sejalan dengan teori Maslow yang
dinyatakan dalam bentuk bagaimana mengelola sumber daya manusia dengan
keterpaduan dan pengendalian diri yang lebih baik. Menurut Mc Gregor, kepuasan
karyawan akan tercapai apabila kepentingan karyawan dipadukan atau
diintegrasikan dengan kepentingan organisasi. Mengelola sumber daya manusia
melalui keterpaduan dan pengendalian adalah mendesain atau mengatur pekerjaan
sedemikian rupa, sehingga setiap karyawan dapat memperoleh kepuasan disamping
dapat memenuhi kepentingan pribadi, sekaligus tujuan organisasi dapat tercapai.
4.
Teori ERG dari Clapton Alderfer
Dalam teori ini C. Aldefer setuju dengan
Maslow bahwa kebutuhan-kebutuhan individual tersusun secara hierarki, namun
demikian hierarki kebutuhan yang diusulkan hanya terdiri dari tiga set
kebutuhan, yaitu :
a. Existence (eksistensi), yaitu makanan, kebutuhan akan udara, air,
gaji dan kondisi pekerjaan;
b. Relatedness (keterkaitan), yaitu kebutuhan akan hubungan sosial dan
interpersonal yang berarti;
c. Growth
(pertumbuhan), yaitu kebutuhan seseorang individu untuk menciptakan kontribusi
yang kreatif dan produktif.
Tiga kebutuhan yang disampaikan oleh C. Alderfer
berhubungan dengan teori yang disampaikan oleh Maslow, seperti kelompok
eksistensi serupa dengan kelompok psikologis dan keselamatan, keterkaitan
serupa dengan kelompok rasa memiliki, sosial dan kasih sayang, sedangkan
kebutuhan pertumbuhan serupa dengan kelompok penghargaan dan aktualisasi diri.
Disamping
itu terdapat sejumlah perbedaan dalam kedua teori tersebut. Maslow menyatakan
bahwa kebutuhan yang belum terpenuhi lebih banyak berperan dan bahwa tingkat
kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi tidak didorong hingga kebutuhan yang
predominan tersebut terpuaskan. Maka seseorang akan meningkat kepada hierarki
kebutuhan yang lebih tinggi hanya apabila kebutuhan tingkat rendahnya telah
terpuaskan. Sebaliknya teori ERG menyatakan sebagai tambahan kepada proses
peningkatan kepuasan yang diajukan Maslow, proses penurunan frustasi juga
terjadi. Yaitu jika seorang terus-menerus frustasi dalam mencoba memuaskan
kebutuhan pertumbuhan, kebutuhan keterkaitan muncul kembali sebagai kekuatan
motivasi yang utama, sehingga menyebabkan individu mengarahkan kembali
upaya-upaya untuk memuaskan kebutuhan tingkat yang lebih rendah. Bagan berikut
ini menunjukkan teori ERG Clapton Alderfer.
5.
Teori kebutuhan dari David McClelland
Penelitian
yang dilakukan Mcclelland menunjukkan bahwa ada tiga kebutuhan yang dimiliki
oleh karyawan dalam suatu organisasi. ketiganya itu adalah : (a) kebutuhan
untuk mencapai sesuatu atau berprestasi (need for Achievement), (b) kebutuhan
untuk bekerjasama dengan orang lain (need for affiliation or frienship) (c)
kebutuhan untuk mempunyai wewenag (need for power). Jika dipadukan dengan teori
Maslow, tampaknya ketiga kebutuhan itu timbul apabila kebutuhan dasar menurut
Maslow terpenuhi.
David
McClealland, et. Al (1953 : 13-30), mengemukakan klasifikasi teori motif
sebagai berikut :
a. The survival motive model (teori motif yang mendasarkan diri kepada dorongan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup). Teori ini mengatakan bahwa motif ini
bersumber dari kebutuhan atau dorongan individu sebagai makhluk hidup dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam hal ini yang dimaksud kebutuhan
adalah kebutuhan biologis (makan, minum, bernafas) dan kebutuhan biologis
seperti ini mendorong individu berbuat aktif untuk memenuhinya.
b. The stimulus intensity model (teori motif yang mendasarkan diri kepada tingkat
rangsangan yang dihadapi individu). Teori ini menyatakan bahwa motif atau
dorongan untuk berbuat timbul karena adanya rangsangan yang kuat atau dengan
kata lain rangsanag tersebut menimbulkan dorongan berbuat jika memiliki
intensitas yang cukup kuat.
c. The stimulus pattern model (teori yang mendasarkan diri kepada pola rangsangan di
dalam suatu situasi). Teori ini mengatakan bahwa motif timbul apabila
rangsangan situasi selaras dengan harapan dan tanggapan organisme atau
rangsangan situasi tersebut menimbulkan pertentangan respons yang mengarah
kepada kekecewaan.
d. The affective arousal model (teori yang mendasarkan diri kepada pembangkitan
afeksi). McClelland (1953 : 28) mengartikan motif sebagai berikut :
“Amotive is the reintegration by a cue of a change in a
affective situation”.
Menurut pengertian ini, rangsanag atau situasi yang
dihadapi individu dapat diistilahkan dengan “cues” dan kemudian
dipasangkan dengan afeksi individu. Motif ini timbul karena adanya perubahan
situasi afeksi tadi, akibat pasangan rangsangan dengan situasi afeksi.
Dari sekian banyak faktor
yang mempengaruhi motivasi kerja sebagaimana diungkapkan di atas, penelitian
ini menelaah masalah motivasi kerja sebagai dorongan untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut McClelland (Robbins, 1993 : 212) kebutuhan karyawan dalam suatu
organisasi terdiri atas kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement),
kebutuhan untuk bekerja sama dengan orang lain (need for affiliation)
dan kebutuhan untuk mempunyai wewenang (need for power).
Post a Comment