Sifat dan Bentuk Perjanjian Pemborongan Bangunan

6:43:00 AM


 Sifat dan Bentuk Perjanjian Pemborongan Bangunan
Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil, artinya perjanjian pemborongan itu ada atau lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pihak yang memborongkan dan pihak pemborong mengenai pembuatan suatu karya dan harga borongan/kontrak. Dengan adanya kata sepakat tersebut perjanjian pemborongan mengikat kedua belah pihak, artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian pemborongan tanpa persetujuan pihak lainnya. Jika perjanjian pemborongan dibatalkan atau diputuskan secara sepihak, maka pihak lainnya dapat menuntutnya.
Perjanjian pemborongan bentuknya bebas artinya perjanjian pemborongan dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam prakteknya, apabila perjanjian pemborongan yang menyangkut harga borongan kecil biasanya perjanjian pemborongan dibuat secara lisan, sedangkan apabila perjanjian pemborongan yang agak besar maupun yang besar biasanya perjanjian pemborongan dibuat dengan tertulis, baik akte dibawah tangan maupun dengan akte outentik. Khusus perjanjian pemborongan proyek pemerintah harus dibuat secara tertulis yang dituangkan dalam bentuk formulisr-formulir tertentu yang isinya ditentukan secara sepihak oleh pihak yang memborongkanberdasarkan peraturan standart yaitu A.V. 1941yang menyangkut segi yuridis dan segi tekhnisnya yang ditunjuk dalam rumusan kontrak.
Dengan demikian pelaksanaan perjanjian pemborongan selain mengindahkan pada ketentuan KUHPerdata juga dalam peraturan standartnya. Peraturan standartnya perjanjian pemborongan selain berlaku bagi perjanjian pemborongan mengenai perjanjian umum yang diborongkan oleh instansi pemerintah, juga dinyatakan berlaku bagi pemborongan bangunan oleh pihak swasta. 

Asuransi Syari’ah

2:33:00 AM



 Pengertian Asuransi Syari’ah
     Sebagaimana telah diterangkan pada bab terdahulu,  dalam konsep agama Islam terdapat suatu terminologi  yang membedakan hubungan manusia dengan Tuhan (hablum minallah)  di satu sisi dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablum  minannas)  dan lingkungan sekitarnya (hablum minal alam)  di sisi lainnya.  Hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan seperti peribadatan misalnya adalah bersifat limitatif (ta’abudi)  artinya tidak dimungkinkan bagi manusia untuk mengembangkannya.  Sedangkan  hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan lingkungan alam di sekitarnya adalah bersifat terbuka,  artinya Allah SWT dalam Al-qur’an hanya memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja.  Selebihnya adalah terbuka bagi mujtahid untuk mengembangkan melalui pemikirannya.
       Lapangan kehidupan ekonomi termasuk di dalamnya usaha perasuransian,  digolongkan di dalam hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya yang disebut dengan hukum muamalah,  oleh karena itu bersifat terbuka dalam pengembangannya.[1]
       Pengertian kehidupan ekonomi dalam konteks perusahaan asuransi menurut syari’ah atau asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional.  Di antara keduanya,  baik asuransi  konvensional maupun asuransi syari’ah mempunyai persamaan yaitu perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai fasilitator hubungan struktural antara peserta penyetor premi  (penanggung) dengan peserta penerima pembayaran klaim (tertanggung).   Secara umum asuransi Islam atau sering diistilahkan dengan takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syarat Islam dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.[2]
      Dalam menerjemahkan istilah asuransi ke dalam konteks asuransi Islam terdapat beberapa istilah, antara lain takaful (bahsa Arab),  ta’min (bahasa arab)  dan Islamic insurance (bahasa Inggris). Istilah-istilah tersebut pada dasarnya tidak berbeda satu sama lain yang mengandung makna pertanggungan atau menanggung.  Namun dalam prakteknya istilah yang paling populer digunakan sebagai istilah lain dari asuransi dan juga paling banyak digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia adalah istilah tafakul.  Istilah tafakul ini pertama kali digunakan oleh Dar Al Mal Islami ,  sebuah perusahaan asuransi Islam di Genewa yang berdiri pada tahun 1983.[3]
     Istilah tafakul dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar kafala-yakfulu-takafala-yatakafalu-takaful  yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama.  Kata takaful tidak dijumpai dalam Al-Qur’an namun demikian ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful,ƒ
    Apabila kita memasukkan asuransi tafakul ke dalam lapangan kehidupan muamalah, maka tafakul dalam pengertian muamalah mengandung arti yaitu saling menanggung resiko di antara sesama manusia sehingga di antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas resiko masing-masing.  Dengan demikian,  gagasan mengenai asuransi tafakul berkaitan dengan unsur saling menanggung resiko di antara para peserta asuransi, di mana peserta yang satu menjadi penanggung peserta yang lainnya.  Tanggung menanggung resiko tersebut dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut.  Perusahaan asuransi takaful hanya bertindak sebagai fasilitator saling menanggung di antara para peserta asuransi.  Hal inilah salah satu yang membedakan antara asuransi tafakul dengan asuransi konvensional, di mana dalam asuransi konvensional terjadi saling menanggung antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi.

Pengertian Perjanjian Pemborongan

6:27:00 AM


  Pengertian Perjanjian Pemborongan
Masalah perjanjian pembororngan bangunan adalah merupakan salah satu sarana atau cara dalam melaksanakan kegiatan pembangunan fisisk, yang didalamnya terdapat perjanjian yang bersifat mengikat. Dan oleh karena itu terikat ketentuan-ketentuan hukum perjanjian.
Telah dikemukakan diatas bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana para pihak saling mengikatkan diri dan saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang mereka sepakati bersama. Sesuatu hal yang terletak dalam lapangan harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.
Di dalam KUHPerdata perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan. Menurut pasal 1601 b KUHPerdata , pemborongan pekerjaaan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan.
Dengan memperhatikan rumusan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian antara seseorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak pemborong pekerjaan) dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, satas pembayaran sejumlah uang sebagai harga pemborongan.
Definisi perjanjian pemborongan yang diatur dalam KUHPerdata menurut para sarjana adalah kurang tepat. Karena menganggap bahwa perjanjian pemborongan adalah perjanjian sepihak, sebab si pemborong hanya memiliki kawajiban saja sedangkan yang memborongkan mempunyai hak saja. Sebenaranya perjanjian pemborongan adalah perjanjian timbale balik yaitu antara pemborong dengan mana yang memborongkan yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.
Menurut Djumialdji, definisi perjanjian pemborongan yang terdapat dalam Pasal 1601 b KUHPerdata kurang tepat Djumaldji memberikan definisi perjanjian pemborongan sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborongkan mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang telah ditentukan.dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa:
a.       bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau yang terkait dalam perjanjian pemborongan adalah dua pihak saja, pihak ke satu disebut yang memborongkan / bouwheer / aanbertender / pemberi tugas, pihak kedua disebut pemborong / kontraktor / rekanan / annemer / pelaksana
b.      bahwa obyek dari perjanjian pemborongan adalah perbuatan suatu karya / het maken van werk.
Perjanjian pemborongan diatur dalam BAB 7 A Bi\uku III KUHPerdata , pasal 1601 b sampai dengan Pasal 1616 KUHPerdata, perjanjian pemborongan tersebut merupakan salah satu perjanjian melakukan pekerjaaan, yang didalamnya terdapat tiga macam perjanjian yaitu:
1.      Perjanian kerja
2.      perjanjian Pemborongan
3.      Perjanjian menunaikan jasa
Ketiga perjanjaian tersebut mempunyai persamaan yaitu bahwa pihak yang satu melakukan perkerjaan bagi pihak yang lain dengan mnerima upah.
Adapun perbedaan antara perjanjian kerja dengan perjanjian pemborongan dan perjanjian menunaikan jasa yaiotu bahwa dalam perjanjian kerja terdapat unsure subordinasi, sedangkan dalam perjanjian pemborongan dan perjanjian menunaikan jasa terdapat kordinasi. Mengenai perbedaan antara perjanjian pemborongan dengan perjanjian menunaikan jasa, yaitu bahwa dalam perjanjian pemborongan berupa mewujudkan suatu karya tertentu, sedangkan dalam perjanjian menunaikan jasa berupa melaksanakan tugas tertentu yang ditentukan sebelumnya.
Subekti berpendapat bahwa perjanjian pemborongan adalah perjanjian antara seseorang (pihak yang memborongkan) dengan seorang lain (pihak yang memborongkan pekerjaan ) dimana pihak yang satu menghendaki suatu pekerjan yang disanggupi oleh pihak lainnya untuk diserahkan dalam jangka waktu yang ditentukan, atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan.
Ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan di dalam KUHPerdata berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyekm pemerintah maupun swasta. Perjanjian pemborongan pada KUHPerdata itu bersifat pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan dalam KUHPerdata dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Apabila para pihak dalam perjanjian pemborongan membuat sendiri ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pemborongan maka ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata dapat melengkapi apabila ada kekurangannya.
Selain diatur dalam KUHPerdata perjanjian pemborongan juga diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang Jasa dan A.V. 1941 Algemene Voorwarden voorde unitvoering bij aanneming van openbare werken in Indonesia yang terjemahannya adalah syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia.
A.V. 1941 berisi tentang hal-hal yang menyangkut pelaksanaan perjanjian pemborongan bangunan yang terdiri atas tiga bagian yaitu :
1. Bagian pertama memuat tentang syarat-syarat administrative.
2. Bagian kedua memuat tentang syarat-syarat bahan.
3.Bagian ketiga memuat tentang syarat-syarat teknis.
Peraturan standar atau persyaratan umum di Indonesia, sepnjang menyangkut perjanjian pemborongan ditetapkan oleh penguasa cq. Departemen pekerjaan umum. Karena hal ini menyangkut pekerjaan yang berhubungan dengan keselamatan umum dan tertib bangunan serta mengandung resiko yang tinggi, maka perlu adanya persyaratan dan ikut campurnya penguasa.
Peraturan standar tersebut adalah yang menyangkut segi administrative / segi yuridis dan segi tekhnisnya bangunan, sedangkan ketentuan yang mengatur mengenai prosedur pelelangan ataupun penunjukan langsung diatur dalam Keppres 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Perbedaan dua ketentuan yang berlaku dalam perjanjian pemborongan bangunan tersebut adalah, bahwa ketentuan undang-undang berlakunya dengan jalan diterapkan, sedangkan ketentuan-ketentuan dari peraturan standar berlakunya dengan jalan disertakan dalam perjanjian tersebut, yaitu sebagai berikut :
1.      Dengan jalan menandatangani, yaitu peraturan standart tersebut dicantumkan dalam rumusan kontrak yang kemudian ditandatanganinya perjanjian, maka para pihak telah terikat pada peraturan standart yang tercantum didalamnya.
2.      dengan malalui pemberitahuan, yaitu peraturan standar diberitahukan kepada pihak lainnya supaya dipelajari, dengan jlan pertukaran dokumenatau dipersilahkan untuk membaca terlebih dahulu. Setelah mengerti ketentuan-ketentuan peraturan standartnya, barulah kontrak ditandatangani
3.      dengan jalan penunjukan, yaitu dalam perjanjian dimuat ketentuan bahwa untuk pelaksanaan perjanjian tersebut menunjuk pada berlakunya perjanjian standart
4.      dengan jalan diumumkan, yaitu diumumkan di tempat-tempat tertentu yang mudah terlihat sehingga dapat dibaca oleh umum tentang berlakunya peraturan standart tersebut.
Peraturan standart juga mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban para peserta dalam perjanjian sepanjang mengenai segi yuridis/administratifnya. Sedangkan mengenai segi tekhnisnya bangunan tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Standart Specification yang telah dibentu oleh Departemen Pekerjaan Umum, sesuai dengan bidangnya masing-masing. Selanjutnya didalam perjanjiannya sendiri akan memuat secara terperinci mengenai luasnya pekerjaan dan syarat-syarat yang disertai bestek (gambar), persyaratan bahan material, harga tertentu, jangka waktu penyelesaian, resiko dan lain-lain.

Unsur-unsur Perjanjian

6:26:00 AM



Suatu perjanjian memiliki unsur-unsur yang mendukung terjadinya suatu perjanjian tersebut. Dalam dataran teori, unsur-unsur itu dapat dikelompok menjadi tiga kelompok sebagai berikut:
a.  Unsur essensialia
b.  Unsur naturalia
c.  Unsur accidentalia
Ad.a.  Unsur essensialia
Unsur essensialia adalah unsur perjanjian yang harus ada di dalam perjanjian, unsur mutlak, di mana tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian tidak mungkin ada. Contohnya adalah sebagai berikut:
1.      “sebab yang halal” merupakan essensialia untuk adanya perjanjian. Dalam perjanjian jual beli harga dan barang yang disepakati kedua belsh pihsk harus sama.
2.      Pada perjanjian riil, syarat penyerahan objek perjanjian merupakan essensialia, sama seperti bentuk tertentu merupakan essensialia dari perjanjian formal.
Ad.b. Unsur naturalia
Unsur naturalia adalah unsur perjanjian yang oleh Undang-Undang diatur, tetapi yang oleh para pihak dapat disingkirkan atau diganti. Di sini unsur tersebut oleh Undang-Undang diatur dengan hukum yang mengatur/menambah (regelend/aanvullend recht).
Contoh, kewajiban penjual untuk menaggung biaya penyerahan (Pasal 1476 KUH Perdata) dan untuk menjamin atau vrijwaren (Pasal 1491 KUH Perdata) dapat disimpangi atas kesepakatan kedua belah pihak.
Dalam perjanjian para pihak dapat mencantumkan klausula yang isinya menyimpangi kewajiban penjual, misalnya pasal 1476 KUH Perdata dengan menetapkan: “menyimpang dari apa yang ditetapkan dalam pasal 1476 KUH Perdata, para pihak sepakat untuk menetapkan bahwa biaya pengiriman objek perjanjian ditanggung oleh pembeli sepenuhnya.”
Penyimpangan atas kewajiban penjual, misalnya Pasal 1491 KUH Perdata dapat diberikan dalam bentuk sebagai berikut: “para pihak dengan ini menyatakan, bahwa para pihak telah mengetahui dengan bentuk-bentuk, warna serta keadaan dari objek perjanjian dan karenanya para pihak sepakat untuk menetapkan, bahwa segala tuntutan atas dasar cacat tersembunyi tidak lagi dibenarkan”.

Ad.c.  Unsur Accidentalia
Unsur accidentalia adalah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak, Undang-Undang sendiri tidak mengatur mengenai hal tersebut.
Contohnya dalam perjanjian jual beli rumah, para pihak sepakat untuk menetapkan bahwa jual beli tersebut tiak meliputi pintu pagar besi yang ada di halaman depan rumah.


Powered by Blogger.