Pengertian Perjanjian Pemborongan



  Pengertian Perjanjian Pemborongan
Masalah perjanjian pembororngan bangunan adalah merupakan salah satu sarana atau cara dalam melaksanakan kegiatan pembangunan fisisk, yang didalamnya terdapat perjanjian yang bersifat mengikat. Dan oleh karena itu terikat ketentuan-ketentuan hukum perjanjian.
Telah dikemukakan diatas bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana para pihak saling mengikatkan diri dan saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang mereka sepakati bersama. Sesuatu hal yang terletak dalam lapangan harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.
Di dalam KUHPerdata perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan. Menurut pasal 1601 b KUHPerdata , pemborongan pekerjaaan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan.
Dengan memperhatikan rumusan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian antara seseorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak pemborong pekerjaan) dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, satas pembayaran sejumlah uang sebagai harga pemborongan.
Definisi perjanjian pemborongan yang diatur dalam KUHPerdata menurut para sarjana adalah kurang tepat. Karena menganggap bahwa perjanjian pemborongan adalah perjanjian sepihak, sebab si pemborong hanya memiliki kawajiban saja sedangkan yang memborongkan mempunyai hak saja. Sebenaranya perjanjian pemborongan adalah perjanjian timbale balik yaitu antara pemborong dengan mana yang memborongkan yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.
Menurut Djumialdji, definisi perjanjian pemborongan yang terdapat dalam Pasal 1601 b KUHPerdata kurang tepat Djumaldji memberikan definisi perjanjian pemborongan sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborongkan mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang telah ditentukan.dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa:
a.       bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau yang terkait dalam perjanjian pemborongan adalah dua pihak saja, pihak ke satu disebut yang memborongkan / bouwheer / aanbertender / pemberi tugas, pihak kedua disebut pemborong / kontraktor / rekanan / annemer / pelaksana
b.      bahwa obyek dari perjanjian pemborongan adalah perbuatan suatu karya / het maken van werk.
Perjanjian pemborongan diatur dalam BAB 7 A Bi\uku III KUHPerdata , pasal 1601 b sampai dengan Pasal 1616 KUHPerdata, perjanjian pemborongan tersebut merupakan salah satu perjanjian melakukan pekerjaaan, yang didalamnya terdapat tiga macam perjanjian yaitu:
1.      Perjanian kerja
2.      perjanjian Pemborongan
3.      Perjanjian menunaikan jasa
Ketiga perjanjaian tersebut mempunyai persamaan yaitu bahwa pihak yang satu melakukan perkerjaan bagi pihak yang lain dengan mnerima upah.
Adapun perbedaan antara perjanjian kerja dengan perjanjian pemborongan dan perjanjian menunaikan jasa yaiotu bahwa dalam perjanjian kerja terdapat unsure subordinasi, sedangkan dalam perjanjian pemborongan dan perjanjian menunaikan jasa terdapat kordinasi. Mengenai perbedaan antara perjanjian pemborongan dengan perjanjian menunaikan jasa, yaitu bahwa dalam perjanjian pemborongan berupa mewujudkan suatu karya tertentu, sedangkan dalam perjanjian menunaikan jasa berupa melaksanakan tugas tertentu yang ditentukan sebelumnya.
Subekti berpendapat bahwa perjanjian pemborongan adalah perjanjian antara seseorang (pihak yang memborongkan) dengan seorang lain (pihak yang memborongkan pekerjaan ) dimana pihak yang satu menghendaki suatu pekerjan yang disanggupi oleh pihak lainnya untuk diserahkan dalam jangka waktu yang ditentukan, atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan.
Ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan di dalam KUHPerdata berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyekm pemerintah maupun swasta. Perjanjian pemborongan pada KUHPerdata itu bersifat pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan dalam KUHPerdata dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Apabila para pihak dalam perjanjian pemborongan membuat sendiri ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pemborongan maka ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata dapat melengkapi apabila ada kekurangannya.
Selain diatur dalam KUHPerdata perjanjian pemborongan juga diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang Jasa dan A.V. 1941 Algemene Voorwarden voorde unitvoering bij aanneming van openbare werken in Indonesia yang terjemahannya adalah syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia.
A.V. 1941 berisi tentang hal-hal yang menyangkut pelaksanaan perjanjian pemborongan bangunan yang terdiri atas tiga bagian yaitu :
1. Bagian pertama memuat tentang syarat-syarat administrative.
2. Bagian kedua memuat tentang syarat-syarat bahan.
3.Bagian ketiga memuat tentang syarat-syarat teknis.
Peraturan standar atau persyaratan umum di Indonesia, sepnjang menyangkut perjanjian pemborongan ditetapkan oleh penguasa cq. Departemen pekerjaan umum. Karena hal ini menyangkut pekerjaan yang berhubungan dengan keselamatan umum dan tertib bangunan serta mengandung resiko yang tinggi, maka perlu adanya persyaratan dan ikut campurnya penguasa.
Peraturan standar tersebut adalah yang menyangkut segi administrative / segi yuridis dan segi tekhnisnya bangunan, sedangkan ketentuan yang mengatur mengenai prosedur pelelangan ataupun penunjukan langsung diatur dalam Keppres 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Perbedaan dua ketentuan yang berlaku dalam perjanjian pemborongan bangunan tersebut adalah, bahwa ketentuan undang-undang berlakunya dengan jalan diterapkan, sedangkan ketentuan-ketentuan dari peraturan standar berlakunya dengan jalan disertakan dalam perjanjian tersebut, yaitu sebagai berikut :
1.      Dengan jalan menandatangani, yaitu peraturan standart tersebut dicantumkan dalam rumusan kontrak yang kemudian ditandatanganinya perjanjian, maka para pihak telah terikat pada peraturan standart yang tercantum didalamnya.
2.      dengan malalui pemberitahuan, yaitu peraturan standar diberitahukan kepada pihak lainnya supaya dipelajari, dengan jlan pertukaran dokumenatau dipersilahkan untuk membaca terlebih dahulu. Setelah mengerti ketentuan-ketentuan peraturan standartnya, barulah kontrak ditandatangani
3.      dengan jalan penunjukan, yaitu dalam perjanjian dimuat ketentuan bahwa untuk pelaksanaan perjanjian tersebut menunjuk pada berlakunya perjanjian standart
4.      dengan jalan diumumkan, yaitu diumumkan di tempat-tempat tertentu yang mudah terlihat sehingga dapat dibaca oleh umum tentang berlakunya peraturan standart tersebut.
Peraturan standart juga mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban para peserta dalam perjanjian sepanjang mengenai segi yuridis/administratifnya. Sedangkan mengenai segi tekhnisnya bangunan tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Standart Specification yang telah dibentu oleh Departemen Pekerjaan Umum, sesuai dengan bidangnya masing-masing. Selanjutnya didalam perjanjiannya sendiri akan memuat secara terperinci mengenai luasnya pekerjaan dan syarat-syarat yang disertai bestek (gambar), persyaratan bahan material, harga tertentu, jangka waktu penyelesaian, resiko dan lain-lain.

No comments

Powered by Blogger.