Untuk mempermudah mekanisme perjanjian gadai antara rahin (pemberi
gadai) dan murtahin (penerima gadai), maka dapat menggunakan tiga akad
perjanjian, antara lain:
1). Akad Qard al-Hasan
Akad
ini biasanya dilakukan pada nasabah yang ingin menggadaikan barangnya untuk
tujuan konsumtif. Untuk itu, nasabah (rahin) dikenakan biaya berupa upah
/ fee kepada pihak pegadaian (murtahin)
karena telah menjaga dan merawat barang gadaian (marhun).
Sebenarnya,
dalam akad qard al-hasan tidak diperbolehkan memungut biaya kecuali biaya
administrasi. Namun demikian, ketentuan untuk biaya administrasi pada pinjaman
dengan cara:
·
Harus
dinyatakan dalam nominal, bukan persentase.
·
Sifatnya
harus jelas, nyata dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan
dalam kontrak.
Mekanisme pelaksanaan akad qard al-hasan:
(a). Barang gadai (marhun) berupa barang
yang tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan jalan menjualnya dan berupa
barang bergerak saja, seperti emas, barang elektronik, dan sebagainya.
(b). Tidak ada pembagian bagi hasil,
karena akad ini bersifat sosial. Tetap diperkenankan menerima fee
sebagai pengganti biaya administrasi yang biasanya diberikan pihak pemberi
gadai (rahin) kepada penerima gadai.
2).
Akad Ba’i Muqayyadah
Akad Ba’i
Muqayyadah adalah akad yang dilakukan apabila nasabah (rahin) ingin
menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif. Seperti pembelian peralatan
untuk modal kerja. Untuk memperoleh pinjaman, nasabah harus menyerahkan barang
sebagai jaminan berupa barang-barang yang dapat dimanfaatkan, baik oleh rahin
maupun murtahin. Dalam hal ini, nasabah dapat memberi keuntungan
berupa mark up atas barang yang
dibelikan oleh murtahin. Atau dengan kata lain, murtahin (pihak
pegadaian) dapat memberikan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan akad
jual beli, sehingga murtahin dapat mengambil keuntungan berupa margin
dari penjualan barang tersebut
sesuai dengan kesepakatan antara keduanya.
3). Akad Ijarah
Akad Ijarah
adalah akad yang objeknya adalah
penukaran manfaat untuk masa tertentu,
yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat. Dalam kontrak ini ada kebolehan untuk
menggunakan manfaat atau jasa dengan ganti berupa kompensasi.
Dalam
gadai syariah, penerima gadai (murtahin) dapat menyewakan tempat
penyimpanan barang (deposit box) kepada nasabahnya. Barang titipan dapat berupa
barang yang menghasilkan manfaat maupun
tidak menghasilkan manfaat. Pemilik yang menyewakan disebut muajjir
(pegadaian), sementara nasabah (penyewa) disebut mustajir, dan sesuatu yang diambil manfaatnya disebut major,
sedangkan kompensasi atau balas jasa disebut ajron atau ujrah.[1]
Post a Comment