Kalau debitur lalai tidak memenuhi janjinya
atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan
kepadanya, maka dapat dikatakan bahwa debitur wanprestasi. Pengertian wanprestasi tidak dijelaskan secara
definitif di dalam Undang-undang. Istilah wanprestasi berasal dari istilah
belanda ‘wanprestatie’, yang artinya prestasi buruk. Jadi wanprestasi
adalah suatu keadaan di mana tidak terlaksananya suatu prestasi dalam suatu
perjanjian oleh pihak debitur karena kesalahannya, baik karena kesengajaan
maupun karena kelalaian.
Yahya Harahap memberi
pengertian wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada
waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Kalau begitu seorang debitur
disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi, apabila dia dalam melakukan
pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal
waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut
sepatutnya.
Agar debitur dapat dikatakan
dalam keadaan wanprestasi ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi yaitu
:
a. Syarat materiel, yaitu adanya kesengajaan
berupa:
1).Kesengajaan,
adalah suatu hal yang dilakukan seseorang dengan dikehendaki dan diketahui serta
disadari oleh pelaku sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lain.
2).
Kelalaian, adalah sesuatu hal yang dilakukan di mana seseorang yang wajib
berprestasi seharusnya tahu atau patut menduga bahwa dengan perbuatan atau
sikap yang diambil olehnya akan menimbulkan kerugian.
b. Syarat
formil, yaitu adanya peringatan atau somasi
Wanprestasi mempunyai akibat
yang sangat penting, maka harus ditetapkan terlebih dahulu apakah debitur telah
melakukan wanprestasi dan apabila hal itu disangkalnya harus dibuktikan di muka
hakim. Penentuan saat terjadinya wanprestasi seringkali tidak diperjanjikan
dengan tepat, kapan debitur diwajibkan melakukan prestasi yang telah
diperjanjikan. Mengenai saat terjadinya wanprestasi diatur dalam Pasal 1238
KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa, “si berhutang adalah lalai, apabila ia
dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau
demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang akan
di anggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Berdasarkan Pasal
tersebut, terdapat tiga cara untuk menentukan saat debitur telah wanprestasi
yaitu:
1). Dengan surat perintah
2). Dengan akta sejenis
3). Dengan
isi perjanjian yang menetapkan lalai dengan lewatnya batas waktu dalam
perjanjian.
Apabila debitur telah
melakukan wanprestasi maka akan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak dalam
perjanjian tersebut. Ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata menyebutkan bahwa “pihak
terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu
masih dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian,
ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya
kerugian dan bunga”. Menurut Pasal 1267 KUHPerdata tersebut, wanprestasi
mengakibatkan kreditur dapat menuntut debitur berupa:
1). Pemenuhan prestasi
2). Pemutusan Prestasi
3). Ganti rugi
4). Pemenuhan janji disertai ganti rugi
5). Pemutusan perjanjian disertai ganti rugi.
Didalam praktek apabila
terjadi wanprestasi dalam perjanjian pemborongan maka pemberi kerja biasanya
akan terlebih dahulu memberikan teguran agara pemborong memenui kewajibannya
sebagaimana yang telah diperjanjiakan dalam jangka waktu yang layak.
Jika pemborong tidak dapat menyelesaikan
pekerjaan menurut waktu yang ditetapkan atau menyerahkan pekerjaan dengan tidak
baik, maka atas gugatan dari si pemberi tugas hakim dapat memutuskan perjanjian
tersebut sebagian atau seluruhnya beserta segala akibatnya. Yang dimaksudkan
dengan pemutusan perjanjian disini adalah pemutusan untuk waktu yang akan
datang dalam arti bahwa mengenai pekerjaan yang telah diselesaikan/dikerjakan
akan tetap dibayar, namun atas pekerjaan yang belum dikerjakan itu yang
diputuskan.
Dengan adanya pemutusan
perjanjian demikian perikatan bukan berhenti sama sekali seperti seolah-olah
tidak pernah terjadi perikatan sama sekali, dan wajib dipulihkan ke keadaan
semula melainkan dalam keadaan tersebut diatas si pemberi tugas dapat menyuruh
orang lain untuk menyelesaikan pemborongan itu, sesuai dengan anggaran yang
telah ditetapkan. Atau jika telahterlanjur dibayar kepada pemborong atas biaya
yang harus ditanggung oleh si pemborong sesuai dengan pembayaran yang telah
diterima.
Post a Comment