Gaya-gaya Kepemimpinan
Menurut
Boone dan Kurtz (1984:69) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara
seseorang memanfaatkan kekuatan yang tersedia untuk memimpin orang lain.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
dan menentukan gaya kepemimpinan yaitu: pemimpin itu sendiri, orang yang
dipimpin, dan situasi. Gaya kepemimpinan merupakan fungsi dari keetiga variabel
tersebut.
Sedangkan
menurut Terry yang dialihbahasakan oleh Winardi (1986:31),
menjelaskan dikembangkannya suatu kerangka Manajerial atau “The
Managerial Grid” oleh psikolog industrial yang bernama Blake and Mouton
(1966:31) memberikan gambaran yang menarik dan berguna tentang macam-macam gaya
kepemimpinan.
Melalui
“The Managerial Grid’ tersebut bidang-bidang manajemen terpilih dapatlah
kita identifikasikan gaya kepemimpinannya dalam situasi tertentu. Banyak para
ahli megemukakan tipe atau gaya kepemimpinan dalam jumlah dan bentuk yang
berbeda, menurut Terry yang dialihbahasakan oleh Winardi
(1986:350), menggolongkan jenis-jenis kepemimpinan yaitu sebagai berikut:
1.
Kepemimpinan Pribadi (Personal Leadership)
Kepemimpinan pribadi dilaksanakan melalui hubungan pribadi.
Petunjuk-petunjuk dan dorongan atau motivasi diberikan secara pribadi oleh
pihak pimpinan. Hal tersebut merupakan jenis kepemimpinan biasa dan pada
umumnya bersifat sangat efektif dan mudah untuk dilaksanakan.
2.
Kepemimpinan Non Pribadi (Non Personal Leadership)
Kepemimpinan jenis ini dipengaruhi untuk menunjukkan bahwa kepemimpinan
dilaksanakan melalui orang-orang bawahan pimpinan dan melalui media non pribadi
serta kepercayaan-kepercayaan.
3.
Kepemimpinan Otoritas (Authoritarian Leadership)
Kepemimpinan jenis ini dilaksanakan atas anggapan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu hak dan terdapat hingga tingkat yang sama dalam otoritas yang
dimiliki seorang individu. Tugas-tugas, fasilitas dan petunjuk-petunjuk
diberikan tanpa mengadakan konsultasi dengan pekerja yang melaksanakan tugas.
4.
Kepemimpinan Demokrasi
Kepemimpinan jenis ini ditandai oleh partisipasi kelompok dan
diproduktifkan opini-opininya. Pihak pimpinan menganjurkan tindakan tertentu,
akan tetapi menunggu persetujuan kelompok dan berusaha untuk memenuhinya.
5.
Kepemimpinan Paternalistis
Dicirikan oleh suatu pengaruh yang paternal atau kebapakan dalam hubungan
antar pemimpin kelompok. Tujuan untuk melindungi dan memberi arah.
6.
Kepemimpinan bakat (Indegeneous Leadership)
Kepemimpinan yang timbul pada orang-orang dari kelompok organisasi social
informal. Kelompok ini membentuk saling mempengaruhinya diri seseorang dengan
orang lain pada pekerjaan di rumah, di sekolah, pada permainan dan sering
timbul secara spontan.
White
dan Lippit (1983:25) mengemukakan tiga tipe gaya kepemimpianan, yaitu:
1.
Gaya Kepemimpinan Otokrasi (Autocratia)
Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin menentukan sendiri “policy”
dan rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan sendiri, Namun
mengharapkan tanggung jawab penuh bawahan harus patuh dan mengikuti
perintahnya. Jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya. Dalam kepemimpinan otokrasi
terjadi adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sukar bagi bawahan dalam
memuaskan kebutuhan egoistisnya.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah:
a.
Keputusan dapat diambil secara tepat
b.
Tipe ini baik digunakan pada bawahannya yang kurang
displin, kurang inisiatif, dan bergantung pada atasan saja, kurang kecakapan (unskilled)
c.
Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat
keputusan terletak pada satu orang yaitu pimpinan.
Kelemahannya adalah:
a.
Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam mengambil
keputusan atau tindakan, maka bawahan tersebut tidak dapat belajar mengenai hal
tersebut.
b.
Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan
inisiatif para bawahan tersebut.
c.
Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.
d.
Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan
tergantung pada atasan saja.
2.
Gaya Kepemimpinan Demokrasi (Democratic)
Pada gaya ini pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti
bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan
kelompok. Di sini pemimpin seperti moderator atau koordinator dan tidak
memegang peranan seperti pada kepemimpinan otoriter. Partisipan digunakan dalam
kondisi yang tepat, akan merupakan hal yang efektif. Maksudnya supaya dapat
memberikan kesempatan pada bawahan untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan
egoistisnya dan memotivasi bawahan dalam menyelesaikan tugasnya untuk
meningkatkan produktivitasnya.
Pada pemimpin demokratis, sering mendorong bawahan untuk ikut ambil
bagian dalam hal tujuan-tujuan dan metode-metode serta menyokong ide-ide dan
saran-saran. Di sini pemimpin mencoba mengutamakan “human relation”
(hubungan antar manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar
komunikasi-komunikasi dua arah. Pemimpin tidak memberikan instruksi yang
mendetail secara ketat terhadap pengikutnya.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah :
a.
Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk
mengadakan kontrol terhadap supervisor.
b.
Merasa lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugas.
c.
Produktivitas
lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen dengan catatan bila situasi
memungkinkan.
d.
Ada kesempatan untuk mengisi kebutuhan egoistisnya.
e.
Lebih matang dan bertanggung jawab terhadap status dan
pangkat yang lebih tinggi.
f.
Di sini kedua
belah pihak yaitu pemimpin dan bawahan dapat saling mengenal dan saling
mengerti lebih dalam tentang hubungan antar kemanusiaan. Bawahan dapat membantu
pemimpin dalam menghadapi persoalan, jadi dapat saling mengisi kekurangan dan dapat
lebih saling menghargai.
g.
Mengurangi ketegangan di dalam kelompok dan mengurangi
konflik.
Kelemahannya adalah :
a.
Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi.
b.
Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil
keputusan.
c.
Memberikan persyaratan tingkat “skilled”
(kepandaian) yang relatif tinggi bagi pimpinan.
d.
Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah
pihak karena jika tidak dapat menimbulkan perselisih pahaman.
3.
Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan peranannya atas dasar aktivitas
kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya. Pada
tipe ini pemimpin akan meletakkan tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada
para bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali
memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya ini sifatnya pasif dan seolah-olah
tidak mampu memberikan pengaruhnya kepada bawahannya.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini:
a.
Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan
kemampuannya, daya kreatifitasnya untuk memikirkan dan memecahkan persoalan
serta mengembangkan rasa tanggung jawab.
b.
Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang ia
anggap penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga prosesnya lebih cepat.
Kelemahannya adalah:
a.
Bila bawahan terlampau bebas tanpa pengawasan, ada
kemungkinan terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku dari bawahan serta
dapat mengakibatkan salah tindak dan memakan banyak waktu bila bawahan kurang
pengalaman.
b.
Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan
terpisah dari bawahan. Beberapa tidak membuat tujuan tanpa suatu peraturan
tertentu.
c.
Kelompok dapat mengkambinghitamkan sesuatu, kurang
stabil, frustasi dan merasa kurang aman.
Penggunaan
tipe atau gaya kepemimpinan tersebut akan selalu berubah secara bergantian
sesuai dengan perubahan situasi yang dihadapi oleh pemimpin yang bersangkutan.
Dalam situasi tenang dan dalam menghadapi masalah-masalah yang memerlukan
pikiran bersama antara pemimpin dengan pelaksananya, dengan sendirinya akan
dipergunakan tipe kepemimpinan demokrasi. Sebaliknya dalam situasi darurat di
mana diperlukan langkah-langkah yang cepat, dengan sendirinya akan menuntut
dilaksanakannya kepemimpinan otokrasi. Jadi kadang-kadang suatu saat pemimpin
memberikan pengarahan atau perintah yang kaku. Tetapi, pada saat lain ia
memberikan saran. Oleh karena itu, tidak ada tipe atau gaya kepemimpinan yang
lebih baik semua tergantung kepada situasi atau lingkungannya. Ralph and
Lippit (1983:26-27).
Post a Comment