Indikator-indikator Kepuasan Kerja



Indikator-indikator Kepuasan Kerja
Menurut Hasibuan (2001;199) tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada karena setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya dapat diukur dengan:
“1.   Kedisiplinan
2.  Moral kerja
3.  Perputaran tenaga kerja”.
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.       Kepuasan kerja berdasarkan kedisiplinan
Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan, maka kedisiplinan karyawan baik. Sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dari pekerjaan, maka kedisiplinan karyawan rendah. Untuk melihat seberapa jauh tingkat kedisiplinan maka penulis perlu mengetahui pengertian dari disiplin.
Pengertian disiplin menurut Hasibuan (2001;190):
“Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”.
Menurut Nitisemito (1996;199):    
“Disiplin dapat diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan perusahaan oleh organisasi baik yang tertulis maupun tidak tertulis”.
Dari beberapa definisi disiplin di atas dapat disimpulkan bahwa yang menentukan kedisiplinan adalah:
a.       Pemimpin atau pengawas yang baik adalah seorang pemimpin yang efektif artinya pemimpin yang mempergunakan kekuasaan dan wewenangnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b.      Perjanjian yang jelas dan wajar artinya peraturan-peraturan tentang disiplin yang ditetapkan adalah digunakan sebagai pedoman dan dilaksanakan secara wajar tanpa adanya unsur paksaan dan ketakuatan akan ancaman.
c.       Sanksi yang diterapkan adalah apabila pegawai melanggar peraturan-peraturan mengenai hak dan kewajiban, sehingga memungkinkan adanya tindakan perbaikan bagi pegawai yang melanggarnya.
Jadi disiplin adalah suatu sikap yang diwujudkan dalam tingkah laku individu maupun kelompok untuk taat dan tunduk pada peraturan-peraturan yang berlaku. Adapun kedisiplinan itu sendiri biasanya dapat diukur dalam wujud nyata sehari-hari, misalnya:
a.    Pegawai datang ke tempat kerja tepat waktu.
b.    Pegawai berpakaian bersih dan rapi sesuai dengan tempat kerja.
c.    Pegawai datang dan pulang sesuai waktu yang telah ditetapkan.
d.    Pegawai dapat menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan yang memuaskan serta mentaati tatacara bekerja ditempat kerjanya.
Karena setiap pekerja yang melaksanakan secara teratur dapat menjadi suatu kebiasaan, maka dapat dikatakan bahwa orang bekerja dengan kebiasaan yang baik adalah orang yang disiplin. 
2.       Kepuasan kerja berdasarkan moril kerja
Untuk melihat seberapa jauh moril kerja karyawan tersebut maka penulis perlu mengetahui pengertian dari moril kerja. Berikut ini pengertian mengenai moral kerja menurut Siswanto (1987;274):
“Moral kerja atau dapat disebut semangat kerja dapat diartikan sebagai suatu kondisi rohaniah, atau perilaku individu tenaga kerja dan kelompok-kelompok yang menimbulkan kesenangan mendalam pada diri tenaga kerja untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang ditetapkan perusahaan”.

Dikatakan bahwa moril kerja sifatnya subjektif, yakni bergantung kepada perasaan seseorang sehubungan dengan pekerjaannya.
Sedangkan pengaruh kepuasan kerja berdasarkan moril kerja adalah bila karyawan merasa puas dan menyenangi pekerjaannya maka dapat dikatakan moril kerja pekerja tersebut dapat menjadi baik begitu juga sebaliknya.


Cara yang harus ditempuh dalam rangka meningkatkan moril kerja, antara lain:
a.       Memberikan kompensasi kepada tenaga kerja dalam porsi yang wajar, akan tetapi tidak memaksakan kemampuan perusahaan.
b.      Menciptakan iklim dan lingkungan kerja yang menggairahkan bagi semua pihak.
c.       Memperhatikan kebutuhan yang berhubungan dengan spiritual tenaga kerja.
d.       Perlu saat penyegaran sebagai media pengurangan ketegangan kerja dan memperkokoh rasa setia kawan antara tenaga kerja maupun manajemen.
e.       Penempatan tenaga kerja pada porsi yang tepat.
f.        Memperhatikan hari esok para tenaga kerja
g.       Peran serta tenaga kerja untuk menyumbangkan aspirasinya mendapatkan tempat yang wajar.
3.       Kepuasan kerja berdasarkan tingkat perputaran karyawan dan absensi
Perusahaan dapat mengharapkan bahwa bila kepuasan kerja meningkat maka perputaran tenaga kerja dan absensi menurun atau sebaliknya. Hal ini disebabkan karena apabila para karyawan kurang mendapatkan kepuasan kerja, maka mereka akan cenderung lebih sering absen dan dapat mengakibatkan seringnya keluar masuknya tenaga kerja, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi dan menghambat proses produksi karyawan.   

No comments

Powered by Blogger.