Pengertian Semangat Kerja
Morale (semangat kerja) sifatnya subyektif,
yakni tergantung dari perasaan seseorang sehubungan dengan pekerjaannya. Oleh
karena itu morale kerja sulit diukur dan mudah diabaikan. Biasanya kita
memikirkan semangat kerja itu hanya pada kutub ekstrim, yaitu bila moral kerja
itu dengan jelas tercermin dalam tindakan konkret. Dengan demikian, bila orang
bergairah kerja, kita katakan semangat kerja mereka tinggi, dan bila mereka itu
tidak bergairah, kita katakan semangat kerja mereka rendah. Bila tindak tanduk
lahiriah mereka sebagaimana lazimnya dikenal, memberikan petunjuk tentang
bagaimana perasaan mereka, maka mungkin kita sama sekali tidak berpikir
mengenai semangat mereka. Padahal bagaimanapun semangat kerja itu senantiasa
ada. Selanjutnya semangat itu sendiri pun boleh jadi lama-kelamaan hilang atau
menyurut. Tinggi rendahnya semangat kerja tidak terjadi begitu saja. Dan
biasanya kita secara tiba-tiba baru menaruh perhatian terhadap pasang surutnya
semangat kerja, manakala semangat kerja karyawan turun drastis. Umumnya
perubahan-perubahan dalam semangat kerja lebih banyak terjadi secara gradual.
Semangat kerja mengalami proses pengendapan (Inertia) yang mencerminkan
sejarah tata hubungan karyawan dalam suatu perusahaan dan hal ini sangat
berpengaruh terhadap berbagai macam peristiwa/kejadian, dan hal tersebut akan
sangat berpengaruh terhadap optimisme karyawan.
Untuk lebih memahami tentang semangat kerja
di bawah ini ada beberapa pendapat, seperti Bedjo Siswanto (1989:264)
menyatakan bahwa:
Pengertian morale kerja atau
semangat kerja secara definitif dapat diartikan sebagai suatu kondisi rohaniah
atau perilaku individu dengan kerja dan kelompok-kelompok yang menimbulkan
kesenangan yang mendalam pada diri tenaga kerja, untuk bekerja dengan giat dan
konsekuen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Selanjutnya Moekijat (1989:130) mengemukakan
pendapatnya, yaitu: “Semangat kerja adalah kemampuan sekelompok orang untuk bekerjasama dengan giat dan konsekuen
dalam mengejar tujuan bersama.”
Sedangkan menurut Stan Kosen (1975:150)
semangat adalah:
Morale is an exclusive
thing, not easy to define, control, or measure, but exerting a strong influence
over the human relations climate in organization (Semangat adalah hal yang
sukar ditangkap, tidak mudah didefinisikan, dikendalikan, atau diukur, namun
memancarkan pengaruh yang kuat atas iklim hubungan manusiawi setiap
organisasi).
Selain itu
The Liang Gie (1989:286) juga merumuskan pengertian semangat kerja sebagai
berikut: “Morale atau semangat kerjasama adalah sikap kejiwaan dan perasaan yang
menimbulkan kesediaan pada sekelompok orang untuk bersatu padu secara erat
dalam usahanya mencapai tujuan bersama.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat
diketahui bahwa semangat kerja adalah reaksi sikap seseorang atau sekelompok
orang terhadap proses pelaksanaan pekerjaan dengan perasaan senang dan giat,
sehingga tujuan yang telah ditentukan bersama dapat tercapai. Semangat kerja
juga menentukan kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan.
Alex S. Nitisemito (1996:97), menyebutkan
bahwa untuk mengukur tinggi rendahnya semangat kerja, yaitu:
1. Turun/rendahnya
produktivitas kerja
- Tingkat absensi yang tinggi/rendah
- Labour Turn Over (tingkat perpindahan buruh) yang tinggi
- Tingkat kerusakan naik/tinggi
- Kegelisahan dimana-mana
- Tuntutan sering terjadi
- Pemogokan
1. Turun/rendahnya produktivitas kerja
Turunnya produktivitas ini dapat diukur atau
diperbandingkan dengan waktu sebelumnya. Produktivitas yang turun ini dapat
terjadi karena kemalasan, penundaan pekerjaan, dan sebagainya.
2. Tingkat absensi yang tinggi/rendah
Pada umumnya bila semangat dan gairah kerja
turun, mereka akan malas untuk setiap hari datang kerja.
3.
Labour
Turn Over (tingkat perpindahan buruh)
Bila dalam setiap organisasi tingkat keluar
masuk pegawai tinggi daripada sebelumnya, hal ini merupakan indikasi turunnya
semangat dan gairah kerja, hal ini sebetulnya dapat merugikan organisasi yang
bersangkutan, sebab pegawai yang keluar tersebut adalah pegawai yang sudah
berpengalaman. Hal ini selain dapat menurunkan produktivitas juga dapat mengganggu
kelangsungan suatu organisasi.
1. Tingkat
kerusakan naik/tinggi
Naiknya tingkat kerusakan tersebut sebetulnya
menunjukkan bahwa perhatian dalam pekerjaan berkurang karena terjadi
kecerobohan dalam pekerjaan, dan sebagainya.
2.
Kegelisahan dimana-mana
Kegelisahan dimana-mana akan terjadi bila
semangat dan gairah kerja menurun. Sebab seorang pemimpin harus dapat
mengetahui adanya kegelisahan-kegelisahan yang timbul. Kegelisahan-kegelisahan
itu dapat terwujud dalam bentuk ketidaktenangan kerja, keluh kesah, serta hal-hal
lain.
3.
Tuntutan sering terjadi
Sering terjadinya tuntutan juga merupakan
suatu indikasi turunnya semangat dan gairah kerja. Tuntutan merupakan
perwujudan dan rasa ketidakpuasan. Oleh karena itu, bilamana dalam suatu
perusahaan/instansi sering terjadi tuntutan maka pimpinan harus waspada.
4.
Pemogokan
Pemogokan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan,
kegelisahan, dan lain sebagainya. Bila hal ini telah memuncak dan tidak
tertahan lagi, akan menimbulkan tuntutan itu tidak berhasil pada umumnya
berakhir dengan suatu pemogokan.
Wursanto (1998:150-156) menyebutkan beberapa indikasi
karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi, yaitu:
a.
Disiplin yang tinggi, absensi minim
b.
Antusias dalam bekerja
c.
Hubungan yang harmonis dalam organisasi
d.
Loyalitas yang tinggi antara bawahan dan atasan,
sesama rekan kerja, karyawan dan perusahaan
e.
Kreativitas dan inisiatif yang tinggi
f.
Adanya kebanggan para karyawan terhadap
organisasi
Post a Comment