Hubungan Body Image dan Penyesuaian Diri Sosial pada Remaja




Masa remaja adalah masa transisi dari kanak–kanak ke dewasa (Willis, 1994) yang dialami sebelumnya akan mempengaruhi masa yang akan datang. Bila beralih dari masa kanak–kanak ke remaja, harus meninggalkan sesuatu yang bersifat kekanak–kanakan dan mengubah pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan pola perilaku dan sikap lama. Beralihnya masa maka terjadi pula banyak perubahan seperti perubahan fisik, pola emosi, sosial, minat, moral, dan kepribadian. Pada masa ini terjadi pula penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya. Remaja cenderung berkelompok dengan teman sebaya. Pada penyesuaian ini remaja akan mencari identitas diri tentang siapakah dirinya dan bagaimana peranannya dalam masyarakat.
Penyesuaian diri sosial menurut Eysenck dkk (1972) adalah sebagai suatu proses untuk mencapai suatu keseimbangan sosial dengan lingkungan  dan sebagai proses belajar, yaitu belajar memahami, mengerti dan berusaha untuk melakukan apa yang harus dilakukan dan yang diinginkan oleh individu maupun lingkungan sosialnya.
Remaja mengalami penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya untuk mencapai suatu kesinambungan sosial dengan lingkungan. Salah satu aspek dalam penyesuaian diri sosial adalah kepuasan pribadi, kepuasan pribadi yaitu merasa puas terhadap kontak sosialnya dan terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial. Untuk merasa puas terhadap kontak sosialnya tersebut individu harus merasa puas terhadap dirinya sendiri, salah satunya yaitu kepuasan terhadap bagian-bagian tubuh dan keseluruhan tubuh. Kepuasan tersebut merupakan bagian dari aspek body image yaitu komponen sikap. Setelah individu merasa puas terhadap dirinya sendiri maka secara otomatis individu akan memiliki kepercayaan diri untuk menampilkannya kepada lingkungan sosial dalam bentuk kontak sosial dan peran yang dimainkannya dalam situasi sosial. Kepuasan pribadi tersebut maka individu akan dapat melakukan penyesuaian diri sosial yang baik seperti yang diungkapkan dalam penelitian Putriana (2004) orang-orang yang menunjukkan body image tinggi maka akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi sedangkan orang-orang yang menunjukkan body image yang rendah maka akan memiliki kepercayaan diri yang rendah pula. Demikian dapat diduga bahwa orang-orang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi cenderung lebih bisa menerima diri sendiri termasuk kepuasan terhadap bagian-bagian tubuh dan keseluruhan tubuh sehingga seseorang tersebut akan memiliki perilaku yang positif, body image yang realistis dan hubungan sosial yang sehat yang dapat menciptakan penyesuaian diri sosial yang baik.
Kemudian ditambahkan oleh penelitian dari Partosuwido (1993) yang menyimpulkan  bahwa konsep diri tinggi yang salah satu komponen pentingnya adalah body image mempunyai penyesuaian diri yang baik begitu juga sebaliknya orang yang mempunyai konsep diri rendah maka akan rendah pula penyesuaian dirinya. Hasil penelitian diatas dipertegas lagi
oleh Risveni (2006) bahwa adanya perbedaan penyesuaian diri antara perempuan dan laki-laki. Penyesuaian diri pada perempuan lebih baik daripada laki-laki.  Perbedaan jenis kelamin ini dipengaruhi faktor biologi terutama perbedaan fisik. Fisik dikatakan sangat penting karena tingkat penerimaan diri akan dapat mempengaruhi perilaku individu, tidak seorangpun dapat diharapkan mampu melakukan penyesuaian diri sosial yang baik bila  menolak dan tidak menyukai diri sendiri. Sebaliknya penerimaan diri akan membawa seseorang pada perilaku well adjusted (Hurlock, 1973). Menurut Mappiare (1982) bahwa pribadi yang sehat, citra diri yang positif dan rasa percaya diri yang mantap bagi remaja menimbulkan pandangan atau persepsi yang positif terhadap masyarakat, sehingga remaja lebih berpartisipasi dalam kehidupan sosial.
Harrocks (1951) menyatakan bahwa remaja menilai penting hal–hal yang berkaitan dengan fisik dan kurang bisa menerima perubahan–perubahan yang terjadi. Remaja sangat mengkhawatirkan perubahan ketidaksempurnaan tubuh mereka. mereka takut akan bentuk badan yang terlalu gemuk, pendek, tinggi, wajah tidak cantik atau tidak tampan, ada jerawat, dan sebagainya (Mappiare, 1982) hal ini karena remaja menyadari bahwa daya tarik fisik berperan dalam hubungan sosialnya
Schonfeld (Thornburg, 1982) mengatakan bahwa cara seseorang menilai tubuhnya dapat didasarkan atas pengalaman serta perbandingan atau identifikasi–identifikasi dari tubuh orang lain. Disamping itu bagaimana penilaian seseorang mengenai tubuhnya juga dipengaruhi oleh persepsi–persepsi subyektif yang berdasarkan pengalaman–pengalaman sensoris khususnya penglihatan.
Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan. Remaja akan berusaha diterima masyarakat kerena remaja adalah harapan masyarakat dan remaja akan menyesuaikan diri dengan kelompoknya. Hurlock (1973) menegaskan bahwa individu yang mempunyai penyesuaian diri sosial yang baik akan merasa puas dengan dirinya, meskipun pada suatu saat mengalami kegagalan akan tetap berusaha terus mencapai tujuannnya. Disamping itu individu yang mempunyai penyesuaian diri sosial yang baik mempunyai hubungan yang hamonis dengan orang disekitar mereka.
Berdasakan uraian di atas cukup jelas bahwa ada hubungan antara body image dan penyesuaian diri sosial pada remaja. Remaja yang mempunyai body image yang baik akan mampu melakukan penyesuaian diri sosial dengan baik, begitu juga sebaliknya jika remaja mempunyai body image yang buruk maka penyesuaian diri sosial akan berlangsung tidak baik. Uraian diatas dapat dijadikan landasan dalam menunjukkan adanya hubungan body image dengan penyesuaian diri sosial pada remaja

1 comment:

  1. cukup banyak perubahan bentuk tubuh ketika kita dari anak-anak menjadi dewasa ya mas

    ReplyDelete

Powered by Blogger.