Hak dan Kewajiban dalam Akad




Hak dan kewajiban adalah dua sisi yang saling bertimbal balik dalam suatu transaksi. Hak salah satu pihak merupakan kewajiban bagi pihak lain, begitupun sebaliknya, kewajiban salah satu pihak menjadi hak bagi pihak lain. Keduanya saling berhadapan dan diakui dalam hukum Islam. Dalam hukum Islam, hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat, atau pada keduanya, yang diakui oleh syarak. Berhadapan dengan hak seseorang terdapat kewajiban orang lain untuk menghormatinya.
a.  Hak
1). Pengertian hak.
Menurut kamus, terdapat banyak sekali pengertian dari kata hak. Salah satunya menurut bahasa adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu. Arti lain adalah wewenang menurut hukum.Sedangkan menurut ulama mutākhirin “ hak adalah sesuatu hukum yang telah ditetapkan secara syara.” Sedangkan Mustafa Az-Zarqa mengatakan bahwa “hak adalah sesuatu kekhususan yang padanya ditetapkan syara’ suatu kekuasaan atau taklif”. Ibnu Nujaim (ahli fiqh Madzhab Hanafi) mengatakan bahwa “ hak adalah sesuatu kekhususan yang terlindungi”
2).   Macam-macam hak.
Menurut ulama fiqh, dilihat dari segi pemilik hak, hak terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu 
a)                               Hak Allah SWT
Yaitu seluruh bentuk yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, mengagungkan Nya, seperti melalui berbagai macam ibadah, jihad, dan amar ma’ruf nahi munkar. Hak Allah disebut juga hak masyarakat karena karena hak Allah bertujuan untuk kemanfaatan umat manusia pada umumnya dan tidak dikhususkan bagi orang-orang tertentu. Seluruh hak Allah tidak dapat digugurkan baik melalui perdamaian (al-shulh), maupun pemaafan, dan tidak boleh diubah.
b)   Hak Manusia
Hak ini pada hakekatnya ditujukan untuk memelihara kemaslahatan setiap pribadi manusia. Mengenai hak manusia ini, seseorang boleh menggugurkan haknya, memaafkannya dan mengubahnya, dan boleh pula mewariskannya kepada ahli waris. Disini tampak adanya kebebasan berbuat dan bertindak atas dirinya sendiri.
c)   Hak Gabungan antara hak Allah dan hak Manusia.
Mengenai hak gabungan ini, ada kalanya hak Allah lebih dominan, dan ada kalanya hak manusia yang lebih dominan. Sebagai contoh  hak Allah yang  lebih dominan dalam masalah idah dan dalam hal menuduh zina tanpa bukti yang cukup. Sedangkan hak manusia yang lebih dominan adalah dalam pidana Qisas dalam pembunuhan atau penganiayaan dengan sengaja, dimana dapat diganti dengan diyat yang berupa pembayaran sejumlah harta oleh pihak pelaku sebagai ganti kerugian bagi pihak si korban.
3).  Kewenangan Pengadilan
Ulama Fiqh membagi masalah ini dalam dua macam :
a)  Haqq Diyāni (keagamaan)
       Yaitu hak-hak yang tidak boleh dicampuri (intervensi) oleh kekuasaan kehakiman. Misalnya dalam persoalan utang yang tidak dapat dibuktikan oleh pemberi utang karena tidak cukup alat bukti didepan pengadilan. Sekalipun tidak dapat dibuktikan didepan pengadilan, tanggungjawab yang berutang di hadapan Allah tetap ada dan dituntut pertanggung jawabannya di akherat kelak. Oleh sebab itu, bila lepas dari hak kekuasaan kehakiman, seseorang tetap dituntut dihadapan Allah dan dituntut hati nuraninya sendiri.
 b)  Haqq Qadhāi
Adalah seluruh hak dibawah kekuasaan pengadilan (hakim) dan pemilik hak itu mampu membuktikan haknya didepan hakim. Perbedaan antara Haqq Diyani dan Haqq Qadhāi  terletak pada persoalan zahir (lahir) dan batin. Hakim hanya dapat menangani hak-hak yang lahir (tampak nyata) atau yang dapat dibuktikan saja. Sedangkan  Haqq Diyani  menyangkut persoalan-persoalan yang tersembunyi dalam hati yang tidak terungkap didepan pengadilan.
Dalam kaitan dengan kedua hak ini ulama fiqh membuat kaidah yang menyatakan “ Hakim hanya menangani persoalan-persoalan yang nyata saja, sedangkan Allah akan menangani persoalan-persoalan yang tersembunyi (yang sebenarnya) dalam hati.


b.  Kewajiban
Kewajiban berasal dari kata “wajib” yang diberi imbuhan ke-an. Dalam pengertian bahasa kata wajib berarti : (sesuatu) harus dilakukan, tidak boleh tidak dilaksanakan. Wajib ini juga merupakan salah satu kaidah dari hukum taklifi yang berarti hukum yang bersifat membebani perbuatan mukallaf.  Adapun pemahaman kewajiban dalam pengertian akibat hukum dari suatu akad biasa diistilahkan dengan iltizam”.
Secara istilah iltizam adalah :”Akibat (ikatan) hukum yang mengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu”. Substansi hak sebagai taklif (yang menjadi keharusan yang terbebankan pada orang lain) dari sisi penerima dinamakan hak, sedang dari sisi pelaku dinamakan Iltizam yang artinya “keharusan atau kewajiban”. Jadi antara hak dan iltizam keduanya terkait dalam satu konsep.

Hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban

No comments

Powered by Blogger.