Sumber Hukum Dalam menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syari’ah
S di lingkungan Pengadilan Agama, perlu
dicermati sumber-sumber hukum yang berkaitan. Sumber-sumber hukum tersebut meliputi sumberber hukum formil (acara) dan
sumber hukum materiil.
ebagai pedoman dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah
ebagai pedoman dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah
1. Sumber Hukum Acara (Hukum Formil)
Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 pada pokoknya menyatakan bahwa Hukum Acara yang berlaku di
Pengadilan Agama adalah Hukum Acara yang berlaku di Peradilan Umum, kecuali
yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersebut. Untuk mengadili sengketa ekonomi syari’ah Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
belum mengatur secara khusus, sehingga berpedoman kepada Hukum Acara yang
sekarang berlaku di Peradilan Umum. Pada dasarnya hukum acara yang dipergunakan
mengacu kepada hukum acara perdata yang berlaku bagi Peradilan Umum, selain itu
juga dipedomani kaidah-kaidah fiqhiyah yang berkaitan.
Hukum Acara yang berlaku di Peradilan Umum
(Pengadilan Negeri dan Pengadilan Niaga) adalah antara lain:
a. Herzeine Inlandsch Reglement (HIR)
untuk daerah Jawa-Madura;
b. Rechtsrglement Voor De Buittengewesten (R.Bg) untuk daerah luar Jawa-Madura;
c. Burgerlijk Wetboek (BW), dikenal dengan KUHP Perdata khususnya
buku IV tentang Pembuktian;
d. Reglement op de Bourgerlijke
Rechtsvordering (Rv);
e. Wetboek Van Koophandel (WvK) dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, khususnya tentang Acara Kepailitan;
f.
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1998 jo Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PKPU.
Selain
itu perlu diperhatikan pula asas-asas yang berlaku dalam hukum acara perdata,
sehingga seorang hakim maupun para pihak pencari keadilan didalam beracara
tidak perlu harus melanggar asas yang berlaku yang oleh karenanya putusan hakim
bisa dinyatakan batal demi hukum.
Asas-asas tersebut adalah denagai berikut
:
1.
Hakim Bersifat Menunggu
Nemo Yudek
Sine Aktore :
Tak ada tuntutan hak, tak ada hakim
Ius curia novit : Hakim dianggap tahu
2. Hakim Pasif
Verharlungs
maxime : Para pihak yang wajib membuktikan
Unterlungs
maxime :
Hakim wajib mengumpulkan bahan.
3. Sifat Terbuka Persidangan: Terbuka
untuk umum, tujuan memberi perlindungan hak asasi manusia, menjamin
obyektifitas, pemeriksaan fair, tidak memihak, putusan yang adil.
4.
Mendengar Kedua Belah Pihak (Pasal 5
ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970)
5.
Tidak memihak (audi et alteram partem)
: Tidak boleh menerima keterangan satu
pihak sebagai benar, pengajuan alat bukti
harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri kedua pihak (Pasal 132a,121
ayat (2) HIR, 145 ayat(2), 157 RBg.,
Pasal. 47 Rv).
6.
Beracara
Dengan Biaya :
(Pasal 4 ayat(2) ,Pasal 5
ayat(2) Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970 , Pasal 121 ayat ( 4 ) ,182,183,
HIR).
7.
Putusan
Harus Disertai Alasan (Pasal 23. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, Pasal 184 ayat (1), 319 HIR) : Sebagai
pertanggungjawaban hakim, nilai obyektif.
8.
Tidak Ada
Keharusan Mewakilkan : yang
bersangkutan yang tahu persoalan
9.
Sederhana, Cepat,
Biaya Ringan:
Sederhana : Acara yang jelas, mudah difahami, tidak berbelit-belit,
sederhana formalitasnya.
Cepat : Jalannya peradilan, baik di muka sidang,
penyelesaian berita acara sampai dengan
penandatanganan putusan hakim.
Biaya
ringan: terpikul oleh rakyat.
10. Obyetifitas, Fair Trial :
(Pasal. 5 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970) : dikenal hak ingkar,
susunan majelis, 2 tingkat pemeriksaan, tingkat pertama dan tingkat banding
sebagai yudex facti.
Nemo yudex idoneus in propria causa : tak seorang pun dapat menjadi hakim dalam
perkaranya sendiri.
Wraking : Penolakan
memimpin persidangan sampai derajat tertentu oleh hakim dengan alasan sebagai berikut:
a. Punya kepentingan secara pribadi.
b.
Karena
hubungan suami istri, keluarga derajat
dengan pihak-pihak yang berperkara.
Tingkat pertama : Pengadilan Agama : Original yuridiction à Segi peristiwa
dan hukum.
Tingkat banding : Pengadilan Tinggi Agama : Apellate
yurisdictionà
mengulangi.
Tingkat Kasasi
: M.A à
terakhir: penerepan hukum :
sebagai yudex yuris.
2. Sumber Hukum Materiil
a. Al-Qur’an dan As-Sunnah khususnya yang
berkaitan dengan muamalat atau ekonomi Islam;
b.
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku terdiri dari:
1).Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan beserta
aturan pelaksanaannya baik peraturan Bank Indonesia maupun Surat Edaran Bank
Indonesia;
2 ). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria ;
3 ). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969
tentang BUMN;
4 ).Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
5 ).Undang-Undang Nomor
2 tahun 1992 tentang
Perasuransian
6 ).Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian;
7 ).Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah;
8 ).Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Fidusia;
9 ).Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
10 ).Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
APS;
11 ).Beberapa peraturan pemerintah yang erat
kaitannya dengan pertanahan,
perusahaan, perseroan terbatas dan pasar modal;
12 ).Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis
Ulama’ Indonesia (Fatwa DSN-MUI ) yang hingga tahun 2006 sudah mencapai 53 buah;
c.
Aqad/Perjanjian (Kontrak)
Salah satu asas dari akad / perjanjian adalah keridhaan kedua belah
pihak,
konsekwensinya apa yang telah disepakati bersama dalam akad harus dilaksanakan.
Menurut Taufiq, dalam mengadili perkara sengketa ekonomi syari’ah,
termasuk di dalamnya perbankan syari’ah, sumber hukum utamanya adalah
perjanjian, kedudukan perjanjian sama dengan Undang-Undang. Isi perjanjian lebih khusus jika dibanding
dengan Undang-Undang. Sesuai kaidah
lex specialis derogat legi generalis, maka isi perjanjian didahulukan daripada Undang-Undang.Dalam hubungan ini berlaku asas “Pacta Sunt Servanda” yaitu perjanjian yang sah merupakan Undang-Undang
bagi mereka yang membuatnya.
Dalam hukum bisnis, perjanjian
sering disebut dengan nama “kontrak”,
sedangkan dalam hukum perikatan Islam, perjanjian dikenal dengan nama
“akad”. Akad adalah pertalian antara
ijab dan kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum
terhadap obyeknya. Akad merupakan salah satu bentuk perbuatan hukum yang
disebut “tasharruf” . Sedangkan
tasharruf adalah segala sesuatu (perbuatan) yang bersumber dari kehendak
seseorang dan syara’ menetapkan atasnya sejumlah akibat hukum yaitu hak dan
kewajiban.
d. Yurisprudensi
Yurisprudensi mengandung banyak arti, di
antaranya adalah:
1). Putusan
hakim mengenai kasus tertentu (judge’s decesion in aparticular case).
2). Putusan
yang dijatuhkan merupakan kasus yang berhubungan dengan perkembangan hukum,
sehingga pada hakekatnya kasus yang diputuskan berkaitan erat dengan perubahan
sosial;
3). Putusan terhadap kasus yang
kemungkinan besar belum diatur dalam Perundang-Undangan, sehingga diperlukan
penciptaan hukum baru.
Di
Indonesia, Yurisprudensi diartikan sebagai putusan pengadilan atau
hukum pengadilan (rechterrechts/judge made law). Menurut Subekti, yurisprudensi adalah putusan
hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung
sebagai peradilan negara tertinggi.
Sampai
saat ini belum ada yurisprudensi yang berhubungan dengan sengketa ekonomi
syari’ah atau khususnya perbankan syari’ah.
Yurisprudensi yang ada hanya putusan dari lingkungan Peradilan Umum
termasuk di dalamnya putusan Pengadilan Niaga tentang perbankan konvensional
atau ekonomi konvensional. Yurisprudensi
ini dapat dipergunakan sebagai bahan perbandingan dalam memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara niaga syari’ah atau perbankan syari’ah.
e. Fiqh dan Ushul Fiqh
Fiqh merupakan sumber hukum yang
dapat dipergunakan dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah termasuk
perbankan syari’ah. Demikian pula
kaidah-kaidah fiqh dan ushul fiqh, sebab
kaidah-kaidah ini sangat berguna dalam menyelesaikan sengketa perkara muamalat.
Kitab-kitab fiqh yang dapat dipedomani antara lain :
·
Fiqhul
Islam Waadillatuhu oleh Wahbah Zuhaili Juz IV dan V;
·
Fiqhus-Sunnah
oleh Sayyid Sabiq Juz II;
·
Al-Milkiyah
wa Nadhariyyatul Uqud oleh Abu Zahroh;
·
Hukum
Muamalat oleh Ahmad Azhar Basyir;
·
Kitab
Hukum Perdata Islam, terjemahan dari Majallah al-‘Adliyyah oleh Prof. Djazuli.
·
Fiqh
Ekonomi Keuangan Islam oleh Prof. Dr. Abdullah al-Muslih;
f.
Perjanjian Internasional.
Adanya perjanjian antara Indonesia dengan
negara lain, misalnya kesepakatan mengadakan kerjasama dalam menyampaikan
dokumen-dokumen pengadilan dan memperoleh bukti-bukti dalam perkara hukum
perdata dan dagang. Warga negara kedua
belah pihak akan mendapat keleluasaan berperkara dan menghadap pengadilan di
wilayah pihak lainnya dengan syarat-syarat yang sama seperti warga negara pihak
itu.
g. Ilmu Pengetahuan atau Doktrin.
Kewibawaan ilmu pengetahuan yang dikemukakan oleh para ahlinya, dan
didukung oleh para pengikutnya, dan juga
karena sifatnya yang obyektif dari ilmu pengetahuan itu sendiri menyebabkan
putusan hakim bernilai obyektif juga. Doktrin bukanlah hukum, melainkan menjadi
sumber hukum di mana hakim dapat menggali hukum dari doktrin atau pendapat para
ahli hukum.
Post a Comment