Perjanjian Pada Umumnya


Perjanjian Pada Umumnya
Perikatan diatur dalam KUHPerdata buku III, pengertian perikatan adalah suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua pihak atau lebih, yang memberikan hak kepada satu pihak untuk menuntut prestasi dari yang lainnya, sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Dan ada pula sarjana yang mengartikan perikatan seperti yang dimaksud dalam buku III KUHPerdata sebagai hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan, di mana di satu pihak ada hak dan di lain pihak ada kewajiban. Sedangkan menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain wajib memenuhi prestasi tersebut. Di dalam perikatan terdapat dua pihak, pertama pihak yang berhak atas prestasi dan kedua berkewajiban memberikan prestasi.
Perikatan sendiri dapat terjadi karena dua hal yaitu:
  1. Perjanjian
  2. Undang-undang.
KUHPerdata buku III tentang perikatan terdapat di dalamnya bab kedua tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari perjanjian atau kontrak, Prof. Subekti membedakan perikatan dan perjanjian sebagai berikut :
Perikatan adalah suatu peristiwa abstrak, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang kongkrit. Sedangkan menurut Pasal 1313 KUHPerdata perjanjian atau kontrak adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Menurut R. Setiawan rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan perbuatan tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum, sehubungan dengan itu perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut:
Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum, menambahkan perkataan atau saling mengikatkan dirinya dalam Pasal 1313 KUHPerdata, sehingga rumusannya menjadi : persetujuan adalah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih.


Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Sedangkan J. Satrio memberikan definisi perjanjian menimbulkan dan berisi ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak atau dengan perkataan lain, perjanjian berisi perikatan.
Untuk adanya suatu perjanjian harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan sama-sama melakukan tindakan hukum. Itulah sebabnya bahwa perjanjian merupakan tindakan hukum dua pihak. Tindakan hukum dua pihak tidak lain merupakan perjanjian. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian dinamakan persetujuan karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu dapat dikatakan bahwa perjanjian dan persetujuan itu adalah sama. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, pengertian kontrak lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.
Dengan diadakannya perikatan atau kontrak atau perjanjian atau hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang menuntut adanya sebuah prestasi dari salah satu pihak. Prestasi memiliki arti luas yang tidak hanya berupa uang, tetapi apa saja yang tidak dilarang oleh hukum. Jadi, bisa berupa penyerahan barang yang tidak berupa uang, kewajiban melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Namun karena di dalam perikatan terdapat dalam lapangan hukum kekayaan, maka banyak sarjana yang mengartikan prestasi dalam bentuk yang dapat dinilai dengan uang, perikatan akan menimbulkan hak dan kewajiban dari sana mempunyai nilai uang atau paling tidak pada akhirnya dapat dijabarkan dalam sejumlah uang tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas dapat terjadi dalam suatu hubungan hukum perikatan pada suatu waktu, suatu pihak dapat menjadi pihak yang berhak. Namun di lain waktu, dapat menjadi pihak yang berkewajiban. Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Di dalam perjanjian ada syarat-syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Ada empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian yaitu:
  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu hal tertentu;
  4. Suatu sebab yang halal.
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orang atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Dalam hal ini harus dibedakan antara syarat subyektif dengan syarat obyektif. Dalam hal syarat obyektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void.
Pada hal suatu syarat subyektif, jika syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) tidak bebas, jadi perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang meminta pembatalan tadi. Dengan demikian, nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak untuk mentaatinya.


Perjanjian Pada Umumnya. Perjanjian Pada Umumnya.
Perjanjian Pada Umumnya. Perjanjian Pada Umumnya

No comments

Powered by Blogger.